Kuasai Blok Migas hingga Kontrak Migas Gross Split, Kebijakan Jokowi di Sektor Energi

Selama 4 tahun kepemimpinan Jokowi mengambil beberapa kebijakan di sektor energi.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 17 Feb 2019, 20:08 WIB
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) melahirkan beberapa kebijakan terkait pengolahan sumber daya alam (SDA), khususnya pada sektor minyak dan gas bumi (migas) serta mineral dan batubara (minerba) selama kurun 4 tahun. SDA merupakan salah satu yang akan dibahas pada Debat Capres hari ini.

Berdasarkan catatan Liputan6.com, Minggu (17/2/2019), kebijakan pada sektor migas dari hulu yang terjadi pada Era Jokowi, antara lain penyerahan pengolahan Blok Migas Mahakam ke PT Pertamina (Persero) per 1 Januari 2018. Ini setelah 50 tahun‎ blok migas yang terletak di Kalimantan Timur tersebut dikelola PT Total E&P Indonesia.

Selain itu, pemerintah juga memutuskan peralihan kontrak pengolahan Blok Rokan ke Pertamina‎ dari Chevron Pacific Indonesia setelah kontraknya habis pada 2021. Chevron telah menggarap blok migas yang menjadi tulang punggung produksi minyak nasional ini selama 50 tahun.

Untuk tata kelola ‎hulu migas, pemerintah mengeluarkan terobosan berupa kontrak bagi hasil migas gross split. Sistem bagi hasil ini diyakini lebih transparan, efektif dan efisien dalam penghitungan split bagi hasil migas antara pemerintah dengan kontraktor, ketimbang kontrak bagi hasil cost recovery yang digunakan sebelumnya.

Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengungkapkan, saat ini total wiayah kerja migas yang telah menggunakan skema gross split menjadi 39. Terdiri dari 14 dari blok eksplorasi, 21 dari perpanjangan atau alih kelola, 4 yang amandemen.

"Setelah ‎dua WK yaitu WK Lampung III dan WK GMB Muralim, mengamandemen kontrak bagi hasil migas yang semula menggunakan skema bagi hasil cost recovery menjadi gross split, jumlahnya menjadi 39," kata Arcandra.

 


Minerba

Tambang Grasberg PT Freeport Indonesia. Foto: Liputan6.com/Ilyas Istianur P

Pada sektor minerba, tentunya Pemerintah Jokowi mencatatkan sejarah atas kesepakatan perubahan status Freeport Indonesia dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Adapun salah satu ketentuan didalamnya adalah pelepasan saham Freeport Indonesia ke PT Indonesia Asaham Alumunium (Inalum) sehingga holding BUMN tambang tersebut menjadi pemilik saham mayoritas sebesar 51 persen.

Pada sektor batu bara, pemerintah membuat kebijakan harga patokan tertinggi batu bara sebesar USD 70 per ton untuk sektor kelistrikan. Kebijakan tersebut bertujuan untuk membuat tarif listrik tetap stabil.

Pemerintah pun telah berniat untuk menahan tarif listrik sepanjang 2019 tidak mengalami kenaikan. Rencana tersebut akan diterapkan untuk seluruh golongan pelanggan.

Bahkan PT PLN (Persero) memberikan diskon tarif listrik kepada pelanggan R-I 900 Volt Amper (VA) Rumah Tangga Mampu(RTM) mulai 1 Maret 2019, ‎insentif ini diberikan karena adanya efisiensi digolongan ini, serta terjadinya penurunan harga minyak dan kurs dollar.

Executive Vice President Corporate Communication & CSR PLN I Made Suprateka mengatakan,‎ dengan pemberlakuan insentif ini maka pelanggan golongan R-1 900 VA RTM hanya membayar tarif listrik sebesar Rp 1.300 per kilowatt hour (kWh) dari tarif normal sebesar Rp 1.352 per kWh.

"Penurunan tarif ini berlaku bagi 21 juta pelanggan listrik R-1 900 VA RTM,"tandasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya