Pemerintah Yaman - Militan Houthi Keluar dari Pelabuhan Hodeidah yang Bergejolak

Setelah melalui pembicaraan panjang, pasukan pemerintah Yaman dan militan Houthi sepakat untuk keluar dari pelabuhan Hodeidah yang bergejolak.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 18 Feb 2019, 12:32 WIB
Salah seorang anggota pasukan militan Houthi yang berperang dengan pemerintah Yaman (AFP Photo)

Liputan6.com, Hodeidah - Pemerintah Yaman dan pemberontak Houthi telah menyetujui fase pertama penarikan dari Kota Hodeidah, dalam kesepakatan yang digambarkan PBB sebagai kemajuan penting.

Penarikan kembali dari Hodeidah adalah bagian penting dalam rapuhnya gencatan senjata yang disepakati di Swedia pada Desember lalu, di mana menyerukan kepada pemerintah dan Houthi untuk memindahkan pasukan dari pelabuhan terpenting di Yaman itu.

Kesepakatan gencatan senjata tersebut, sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Senin (18/2/2019), menandai langkah pertama menuju akhir perang yang telah mendorong Yaman ke ambang kelaparan.

Setelah dua hari perundingan di Hodeidah, pemerintah Yaman dan Houthi menyelesaikan kesepakatan pada fase pertama berupa penarikan kekuatan, dan siap menuju fase kedua yang akan dibahas segera, lapor salah satu pernyataan PBB.

Fase pertama menyepakati penarikan masing-masing kekuatan dari pelabuhan Hodeidah, Saleef dan Ras Issa, serta tidak campur tangan dalam pengelolaan bagian-bagian yang ditempati oleh fasilitas kemanusiaan.

Pembicaraan pada akhir pekan lalu itu dipimpin oleh seorang jenderal Denmark, Michael Lollesgaard, sebagai ketua komite koordinasi pemindahan (RCC) yang mencakup kubu pemerintah Yaman dan Houthi.

"Setelah diskusi panjang dan konstruktif yang difasilitasi oleh ketua RCC, kedua belah pihak mencapai kesepakatan pada tahap satu, dan menyetujui pemindahan masing-masing pasukan," kata pernyataan PBB itu.

Meski telah menunjukkan kemajuan penting, namun kedua belah pihak belum memastikan tanggal dimulainya demiliterisasi.

 

Simak video pilihan berikut: 

 


Gencatan Senjata yang Rapuh

Warga Yaman mengantre untuk menerima bantuan selimut dan alas tidur dari Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) di kota pesisir Hodeidah, Yaman (11/4). (AFP Photo/Abdo Hyder)

Berdasarkan perjanjian Stockholm, kedua belah pihak seharusnya menyingkir dari Hodeidah, dua pekan setelah gencatan senjata diberlakukan pada 18 Desember, tetapi tenggat waktu itu terlewatkan.

PBB berharap bahwa de-eskalasi di Hodeidah akan memungkinkan distribusi makanan dan bantuan medis mencapai jutaan warga Yaman yang sangat membutuhkan.

Hodeidah, yang terletak di Laut Merah, adalah pintu masuk bagi sebagian besar barang impor dan bantuan kemanusiaan ke Yaman, yang menurut PBB, tengah dilanda krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

Gencatan senjata dan mundurnya Hodeidah yang disepakati di Stockholm dianggap sebagai terobosan untuk mengakhiri perang hampir empat tahun di Yaman.

Sekitar 10.000 orang tewas dalam perang itu, menurut angka dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tetapi kelompok-kelompok hak asasi mengatakan jumlah korban jiwa jauh lebih tinggi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya