Liputan6.com, Jakarta - Jumlah miliarder di semakin banyak di dunia ini. Menjadi miliarder pun sudah terbukti tidak mesti menunggu usia tua dan menjadi konglomerat.
Bagaimana pun, orang yang mendapat status miliarder seringnya adalah status hasil jerih payahnya. Banyak miliarder yang dulunya bersusah payah, kecuali jika kekayaannya berasal dari warisan.
Baca Juga
Advertisement
Menjadi miliarder pun bukan jaminan menyelesaikan masalah. Ini bisa dilihat dari Mark Zuckerberg dan Elon Musk yang harus berusaha melawan nyinyiran banyak orang walau sudah sukses.
Dilansir dari Forbes, ahli psikoanalisis Sigmund Freud bahkan menyebut memilih pasien kaya ketimbang miskin, sebab pasien kaya sudah tahu bahwa uang bukanlah jawaban dari permasalahan mereka.
Berdasarkan sumber yang sama, berikut 10 alasan yang mungkin membuatmu berpikir dua kali sebelum ingin menjadi miliarder berdasasrkan studi Center on Wealth and Philanthropy dari Boston College.
1. Kamu Akan Lebih Khawatir tentang Uang
Memiliki uang lebih banyak bukannya malah bikin tenang, melainkan bisa membuat semakin cemas. Pasalnya, orang-orang kaya pasti khawatir kehilangan uang, khawatir bagaimana cara menginvestasikannya, khawatir pula bagaimana konsekuensinya.
Maka, bukan orang-orang tak mampu saja yang cemas tentang uang, orang-orang super kaya pun tetap khawatir mengenai uang, bahkan bisa kekhawatiran mereka bisa berlipat ganda.
Advertisement
2. Kesulitan Berteman
Para miliarder ternyata merasa relasi mereka berubah karena kekayaan mereka, bahkan terdapat kasus ketika kondisi hubungan mereka terikat pada kekayaan tersebut.
Ada responden yang merasa akan kehilangan kawan jika orang itu sadar dirinya tak dapat memberikan apa-apa lagi. Sampai ada responden yang merasa akan diperlakukan berbeda jika kekayaan dirinya terkuak.
3. Banyak Orang Akan Benci atau Cemburu
Ini terutama terjadi jika kamu mewarisi harta tersebut, banyak orang-orang yang akan benci atau cemburu. Kata "kaya" pun dapat memiliki konotasi negatif.
"Seringkali, kata kaya menjadi sebuah peyoratif," ujar ahli psikologi Robert A. Kenny yang terlibat dalam studi ini.
Hal senada pernah disampaikan miliarder Howard Schultz yang pernah alergi ketika disebut miliarder. Pencalonannya sebagai calon presiden pun dikritik oleh simpatisan Partai Demokrat.
Advertisement
4. Yakin Mau Dapat Warisan?
Banyak orng yang bermimpi agar tidak usah bekerja selama hidupnya, padahal kehidupan tanpa pekerjaan dapat membuat hidup seperti tanpa tujuan.
Hidup di jalan profesional dan wirausahawan adalah sering dipakai seseorang mengukur kesuksesan. Tanpa hal itu, sulit menilai apakah waktumu dipakai dengan baik atau tidak.
Mereka yang merupakan anggota "The lucky Sperm Club" (julukan Warren Buffett pada pewaris kekayaan besar) seringnya kurang motivasi dalam meraih apapun dalam hidup atau lari dari bayang-bayang orang tua.
5. Kamu Akan Lebih Khawatir tentang Anak
Dalam satu sisi, para miliarder bisa lega karena pendidikan anaknya terjamin, pada sisi lain ternyata ada orang tua yang khawatir kekayaan dapat merusak anak-anak mereka.
"Uang dapat mengacaukan mereka, memberikan mereka rasa manja, mencegah mereka mengembangkan rasa empati yang kuat dan belas kasih," ungkap salah satu responden.
Ada pula responden kaya yang khawatir anak mereka terlalu ketergantungan pada warisan, serta tidak suka jika warisan digunakan untuk amal.
Advertisement
6. Kamu Akan Tetap Membandingkan Harta
Memiliki harta tetap akan membuat membanding-bandingkan kekayaan. Bila orang kaya sebelah memiliki sesuatu yang lebih mewah, akan ada rasa kecewa meski yang dimilikinya sudah bagus.
"Mereka ingin kapal yacht mereka menjadi yang terbaik, dan mereka akan benar-benar merasa sakit ketika yacht miliki pria lain muncul dan ukurannya lebih besar. Mereka pun merasa gagal, meski ukuran yacht mereka sudah besar," ujar penulis dan jurnalis Rachel Johnson.
7. Hadiah Menjadi Tak Bernilai
Mengukur segala hal dengan harga, membuat orang lupa pada nilai sesuatu.
Bayangkan jika setiap kado yang diberikan dukur berdasarkan harga. Hadiah yang bagus pun menjadi tak dipandang berharga.
Advertisement
8. Punya Banyak Properti, tetapi Kehilangan
Rata-rata miliarder memiliki enam properti: tempat tinggal utama, kemudian di pegununan, pantai atau perairan, di pedesaan, kota, dan aset bersejarah. Hasilnya, mereka jadi tidak memiliki apa yang disebut "rumah."
"Saya mengetahui seorang klien yang memiliki banyak properti. Salah satunya di pedesaan memiliki butler, penjaga rumah, sopir, tukang. Dan tiap pagi, penjaga rumah memastikan bunga-bunga tetap segar dan butler memastikan ada es tersedia di ember dan sopir/tukang memastikan segalanya bekerja. Dan pemiliknya tak pernah tidur di sana," ungkap Jane Urquhart, Ketua London Academy for Household Staff.
9. Cinta Sejati Lebih Sulit Ditemukan
Satu lagi kesan salah mengenai kekayaan dan cinta. Mereka yang kaya justru harus berhadapan dengan masalah dalam mencari cinta sejati, terutama jika mereka tak mau hanya dicintai karena harat.
"Mereka (orang super kaya) selalu merasa mereka bisa dieksploitasi oleh orang matre atau orang-orang yang awalnya tidaklah matre, tetapi kemudian menjadi matre," ujar Mary Balfour dari agensi jodoh Drawing Down the Moon.
Advertisement
10. Serasa Tidak Bisa Mengeluh Lagi
Para miliarder merasa kehilangan hak mereka untuk mengeluh karena takut terdengar tidak bersyukur.
Bila bisa mengambil contoh, orang-orang pasti kurang bersimpati jika orang berharta ikutan mengeluh di media sosial. Sebab, mereka dirasa sudah hidup nyaman dengan harta mereka.