Liputan6.com, Sidoarjo - Hiruk-pikuk suasana Alun-alun Jayandaru tak menyurutkan semangat anak-anak itu untuk terus belajar. Mereka tampak serius membaca lembaran yang diberikan mentor. Di sela-sela kesibukan mengamen, mengasong, atau bahkan mengemis berjuang demi memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga, mereka menyempatkan diri untuk tetap belajar.
Kegiatan belajar mengajar seperti ini telah mereka lakoni sejak empat tahun belakangan. Melalui wadah Komunitas Peduli Anak Jalanan, mereka bisa berkumpul dan belajar bersama untuk meningkatkan pengetahuan.
Advertisement
Pada 2015 lalu, anak-anak jalanan ini sempat diamankan Satpol PP di Surabaya, kemudian mereka diantar ke Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) untuk dibina. Di tempat itu, kalangan anak jalanan dikumpulkan dari berbagai rentang usia.
"Bisa dibayangkan, anak-anak ini dikumpulkan dengan orang-orang asing yang sama-sama diamankan sebelumnya, kemudian dibina di Liponsos," kata Reza, salah satu Volunter Komunitas Peduli Anak Jalanan saat ditemui Liputan6.com di Alun-Alun Sidoarjo.
Reza khawatir kondisi anak-anak jalanan di Liponsos bisa berpengaruh besar terhadap kondisi psikologis mereka. Atas dasar itu, Reza bersama teman-temannya mencoba berdialog dengan petugas setempat agar anak jalanan tersebut bisa keluar dari Liponsos dan mendapat pendidikan yang layak.
"Petugas mengatakan mereka bisa keluar asal ada wadah yang bisa membina mereka agar tidak lagi mengamen, atau mengasong dan lain-lain," tutur Reza.
Bagi sebagian anak yang memiliki keluarga dengan kecukupan ekonomi, mungkin tidak akan melakukan aktivitas seperti yang mereka lakukan. Namun, mereka semua berasal dari keluarga tak mampu. Meski masih ada salah satu (ibu atau ayah) dari orangtua mereka, keterbatasan ekonomi yang membuatnya harus mencari penghidupan sendiri di jalanan.
"Karena pada dasarnya, mereka memang benar-benar mempunyai keterbatasan. Terutama keterbatasan ekonomi keluarga. Tak ayal sebagian dari mereka putus sekolah," ucapnya.
Sejak saat itu, Reza dan rekannya bertekad terus memfasilitasi pendidikan anak-anak jalanan ini. Menurut dia, apa pun aktivitasnya sehari-hari jangan sampai tidak mendapat pendidikan.
"Mereka harus tetap belajar apa pun kondisinya," ujarnya.
Seiring waktu berjalan, komunitas peduli anak jalanan akhirnya terbentuk. Anak-anak jalanan yang mulanya enam hingga tujuh orang bisa bertambah. Bahkan, saat ini sudah mencapai 50-an anak.
Aktivitas belajar kini rutin digelar di tiap Minggu sore. Mulai dari pelajaran matematika, bahasa Indonesia, sejarah, IPS, dan bahasa Inggris. Bahkan, mereka juga diajarkan ilmu Alquran dan pengetahuan lain.
"Mereka tak sendirian. Untuk belajar di sini, mereka juga didampingi orangtuanya yang masih berkeinginan agar anaknya tetap mendapatkan pengetahuan tanpa mengeluarkan biaya," ujar Reza.
Empat tahun berjalan, komunitas Peduli Anak Jalanan tidak hanya memberi bantuan soal pendidikan. Komunitas ini juga memberikan sejumlah bantuan berupa materi kepada pihak keluarga agar anak-anak mereka kembali bersekolah formal.
"Alhamdulilah sebagian besar mereka saat ini sudah bisa bersekolah formal dan melanjutkan belajar bersama kami di sela-sela waktu senggang," ucapnya.
Simak juga video pilihan berikut ini: