Insinerator Bukan Solusi Tepat Kurangi Risiko Kesehatan dari Sampah Plastik

Seluruh siklus hidup plastik mulai dari produksi hingga ketika menjadi sampah dinilai berbahaya bagi tubuh. Karena itu, melakukan insinerasi bukanlah cara tepat untuk mengurangi risiko kesehatannya

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 21 Feb 2019, 14:00 WIB
Potret sampah plastik di lautan (AFP)

Liputan6.com, Jakarta Masalah plastik bukan hanya membahayakan lingkungan seperti hewan dan ekosistem tapi juga kesehatan manusia. Aktivis lingkungan hidup menilai, pembangunan insinerator bukanlah cara yang tepat untuk mengurangi risiko yang ditimbulkannya.

Laporan terbaru dari Center for International Environmental Law (CIEL) yang berjudul "Plastic&Health: The Hidden Costs of a Plastic Planet", melihat bagaimana setiap tahapan dalam rantai dan siklus hidup plastik memiliki dampak kesehatan manusia. Sehingga, perlu ada tindakan untuk melindungi manusia dari krisis polusi semacam ini.

"Selama ini, kita mengetahui bahwa plastik telah menjadi masalah yang serius karena mencemari lingkungan hingga menjadi ancaman nyata bagi satwa yang ada di darat dan lautan. Namun laporan terbaru dari CIEL ini menegaskan bahwa akibat yang ditimbulkan oleh plastik jauh lebih luas lagi," kata Jurukampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Raysadi dalam rilis yang diterima Health Liputan6.com. Ditulis Kamis (21/2/2019).

Muharram mengatakan, plastik yang mengandung berbagai komponen kimia di dalamnya merupakan ancaman serius bagi kesehatan manusia. Mulai dari proses pembuatannya hingga statusnya sebagai sampah.

Simak juga video menarik berikut ini:


Insinerasi bukan cara yang tepat

Seorang pengumpul sampah mengambil botol plastik dari puing-puing dan sampah di pesisir Pantai Kuta, Bali, Minggu (9/12). Kawasan pantai Kuta kembali dipenuhi oleh sampah hanyut terbawa oleh gelombang. (SONNY TUMBELAKA / AFP)

"Pemerintah dan perusahaan harus segera bertindak mengurangi suplai plastik sekali pakai dengan mengaplikasikan ekonomi sirkuler lewat konsep penggunaan kembali (reuse)," kata Muharram menambahkan.

Greenpeace meminta agar gerakan pemerintah daerah di Indonesia untuk melarang penggunaan kantung plastik harus konsisten dan dilakukan secara menyeluruh. Perusahaan juga diminta berinovasi dengan meninggalkan kemasan plastik sekali pakai.

"Dan pembangunan insinerator bukanlah tindakan yang tepat. Pasalnya, sampah plastik yang dibakar akan melepaskan bahan kimia berbahaya ke udara," jelas Muharram.

"Oleh sebab itu, solusi utama dari polusi plastik adalah mengurangi suplai plastik sekali pakai."

Pimpinan Kampanye Plastik Global Greenpeace Graham Forbes mengatakan dalam laporan terbarunya, perusahaan dan pemerintah di dunia selama ini telah mempertaruhkan kesehatan masyarakat demi status quo dan laba yang tetap mengalir. Bukan hanya laut dan hewan yang menderita karena masalah itu, tapi juga kesehatan kita.

"Jawabannya adalah perusahaan harus segera mengurangi produksi plastik sekali pakai dan mulai bergerak menuju sistem isi ulang dan penggunaan kembali. Sudah waktunya untuk menolak konsumsi berlebih dan korporasi yang terus menjual plastik sekali pakai kepada kami," tulis Forbes.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya