Kesyahduan Nasihat Orangtua Melalui Syair-Syair Melayu

Syair-syair Melayu berisi pesan moral yang disampaikan dalam berbagai bentuk irama sesuai dengan tingkatan pesan yang ingin disampaikan. Karya ini juga berintisarikan syariat Islam dan ajaran Nabi Muhammad.

oleh M Syukur diperbarui 21 Feb 2019, 15:00 WIB
Ketua Majelis Kerapatan Adat Lembaga Adat Melayu Riau Al Azhar ketika membedah karya Tenas Effendy. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Berpantun, membuat syair, hingga membacakan puisi, sudah menjadi kebiasaan masyarakat Melayu, khususnya Riau, sejak zaman dahulu. Tak hanya bagi para penyair ataupun tetua adat, masyarakat awam pun biasa menggunakan bait-bait sastra dalam kehidupan sehari-hari sebagai petunjuk ataupun nasihat bagi penerus.

Seiring berjalannya waktu, kebiasaan bersastra lisan sebagai tunjuk ajar ini mulai memudar sekitar 1980. Jarang terdengar kaum ibu membacakan syair kepada anaknya menjelang tidur. Kebiasaan ini hanya ditemukan dalam upacara adat atau rembuk para datuk (tetua adat).

Hal ini membuat pecinta sastra dan kebudayaan Melayu, H Tenas Effendy, melapangkan waktu dan meringankan langkahnya berkeliling ke berbagai pelosok Riau untuk mendokumentasikannnya menjadi sebuah karya tulis. Karya itu hingga kini dikenal dengan Tunjuk Ajar Melayu.

"Ada 700 halaman yang dibagi menjadi 29 bab, setiap bab punya tema sendiri mulai dari pendidikan, membangun karakter, hingga petunjuk bagi pemimpin," terang Ketua Majelis Kerapatan Adat Lembaga Adat Melayu Riau, Al Azhar, ditemui di Pekanbaru, Rabu, 20 Februari 2019.

Sebagi orang dekat almarhum Tenas Effendy, Al Azhar menjelaskan, Tunjuk Ajar Melayu sesuai namanya berintikan petunjuk dan pengajaran kepada seseorang. Isinya tentang apa saja tentang hidup, hubungan sesama manusia, dan manusia dengan alam.

Tunjuk Ajar Melayu memuat sejumlah karya sastra mulai dari pepatah-petitih, pantun, syair, dan seloka dari berbagai wilayah di Riau. Pesan moral disampaikan dalam berbagai bentuk irama sesuai dengan tingkatan pesan yang ingin disampaikan. Karya ini juga berintisarikan syariat Islam dan ajaran Nabi Muhammad.

"Pengumpulan yang dilakukan almarhum H Tenas cukup lama, dia mengumpulkan khazanah sastra lisan Melayu dari setiap daerah di Riau menjadi tertulis," terang Al Azhar.

Dalam Tunjuk Ajar Melayu, bahasa Indonesia menjadi pilihan agar bisa dibaca serta dipahami masyarakat luas, tidak Riau saja. Apalagi Bahasa Indonesia sangat dekat dengan Bahasa Melayu.

"Sastra lisan bisa hilang jika penuturnya sudah tidak ada lagi atau lemah ingatan, sementara sastra tulis 'kekal', dan inilah tujuan almarhum agar budaya tetap terjaga," sebut pria 58 tahun ini.

Menurut Al Azhar, karya ini menjadi monumental karena menjaga ingatan masyarakat tentang berbagai karya sastra Melayu. Apalagi karya ini menunjukkan betapa tingginya peradaban Melayu dalam pendidikan generasi penerus.

"Namun apa yang didokumentasikan almarhum Tenas hanya sebagian, masih banyak sastra lisan Melayu yang masih tersebar dan belum terdata," sebut Al Azhar.

 

 


Muasal Sastra Melayu

Ketua Majelis Kerapatan Adat Lembaga Adat Melayu Riau Al Azhar. (Liputan6.com/M Syukur)

Al Azhar menceritakan, tokoh-tokoh sastra Melayu di Riau sangat banyak. Sulit menentukan siapakah pencetusnya karena sifatnya inklusif, tidak milik penyair saja. Bahkan, masyarakat biasa pun bisa menghafal.

"Sebut saja baghandu di masyarakat Kampar, ada malalak, ini tersebar di masyarakat Rokan, Kuantan dan Indragiri. Isinya tentang syair oleh orangtuanya untuk mendidik anak, biasanya dibuat dalam bentuk nyanyian sebelum tidur," terang Al Azhar.

Namun biasanya, penjaga ingatan sastra lisan ini dipercayakan kepada tetua adat dengan panggilan datuk atau ninik mamak. Setiap datuk selalu memulai acara adat ataupun bermusyawarah memutuskan sesuatu dengan pantun ataupun syair.

Sifat syair, pantun dan seloka ini selalu berkembang dari zaman ke zaman. Penutur pertama akan mewariskan ke penerusnya lalu generasi berikutnya akan membuat hal baru sesuai pengaruh zaman dan lingkungan sosial yang terus berkembang.

"Yang lama itu tetap dikekalkan, lalu ada penambahan baru yang disaring lalu dituturkan setelah ditampis (saring). Ini sifatnya terus menerus hingga sastra lisan itu terjaga," terang pria kelahiran Tambusai, Kabupaten Rokan Hulu itu.

Al Azhar menerangkan, bersastra dalam Melayu selalu mewarnai sosial dan menjadi inti dalam kegiatan adat. Hal ini selalu terwariskan dari generasi ke generasi berikutnya sehingga tak heran datuk selalu membaca pantun dalam setiap kegiatan.

 

 


Bait Tunjuk Ajar

Buku Tunjuk Ajar Melayu. (Liputan6.com/M Syukur)

Tentang Ekologis

apalah isi periuk besar

beras ditanak menjadi nasi

apalah isi tunjuk ajar

isinya syara’ dan sunnah nabi

banyak periuk dijerang orang

periuk besar tudungnya hitam

banyak petunjuk dikenang orang

tunjuk ajar mengandung alam

apalah isi periuk besar

isinya padi dan beras kunyit

apalah isi tunjuk dan ajar

isi mengandung bumi dan langit

 

Nasihat Orang Tua

wahai ananda hendaklah ingat

hidup di dunia amatlah singkat

banyakkan amal serta ibadat

supaya selamat dunia akhirat

 

Toleransi Pemimpin

yang dikatakan pemimpin:

pandai menenggang bijak menimbang

menenggang hati dan perasaan orang

menenggang pendapat orang

menenggang hak milik orang

menenggang harta pusaka orang

menenggang anak-bini-laki orang

menenggang saudara-mara orang

menenggang aib-malu orang

menenggang adat-lembaga orang

menenggang pakaian orang

menenggang petuah amanah orang

menenggang budi bahasa orang

menenggang tegur sapa orang

 

Simak video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya