Liputan6.com, Luwu Timur - Proyek rehabilitasi pengairan jaringan induk irigasi Kalaena yang berlokasi di Kabupaten Luwu Timur (Lutim), Sulsel rusak usai dibangun.
Proyek yang menelan anggaran senilai Rp Rp 31.867.911.000 yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2018 itu diketahui sebagai salah satu proyek yang mendapatkan pengawalan Tim Pengawal Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan (TP4D) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel).
Salah seorang tokoh masyarakat setempat, Utta Siddik mengatakan pengerjaan proyek yang diproyeksi dapat mengairi persawahan petani di enam Kecamatan yang ada di Kabupaten Luwu Timur (Lutim) seluas 18.100 Hektar itu, baru saja rampung dikerjakan pada bulan Januari 2019.
"Tapi sudah retak-retak dan rusak. Bahkan ada bagian dinding waduk yang jebol ," kata Utta.
Bagian dinding waduk yang retak-retak dan rusak diantaranya terdapat di titik lokasi Desa Pancakarsa, Margolimbo dan di Desa Sindo Agung.
Baca Juga
Advertisement
Hal senada juga diungkapkan Wakil Direktur Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) Abdul Kadir. Kata dia, dari data yang didapatkan ACC Sulawesi di lapangan, pengerjaan proyek yang dikelola oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan- Jeneberang itu terdapat beberapa kerusakan yang terbilang cukup parah. Selain dinding yang retak-retak juga ada yang sudah jebol. Meski pengerjaannya baru sebulan dinyatakan rampung.
"Kami menduga kuat pengerjaannya menyalahi bestek sehingga terjadi pengurangan mutu kualitas. Aroma dugaan korupsi sangat kental," tutur Kadir via telepon, Kamis (21/2/2019).
Seharusnya, kata Kadir, hal ini tak terjadi. Karena sejak awal dinyatakan proyek irigasi ini masuk dalam pengawalan TP4D Kejati Sulsel.
"Tapi kenyataannya tidak demikian. Kami yakin pengerjaannya tak diawasi dengan ketat. Kalau dia melakukan pengawasan, secara melekat maka tidak mungkin terjadi kerusakan pada proyek tersebut,” jelas Kadir.
Ia yakin sejak awal TP4D gagal karena tidak menjalankan fungsinya secara maksimal yakni memonitoring dan mengevaluasi pekerjaan. Sehingga pengerjaan proyek irigasi yang dikerjakan oleh rekanan dari PT. Herba Sari dan Konsultan Supervisi, PT. Bintang Tirta Pratama itu berujung buruk.
"Kami mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga segera mengaudit hasil pengerjaan pembangunan irigasi di Kabupaten Luwu Timur yang telah menelan anggaran puluhan miliar tersebut," ujar Kadir.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tanggapan TP4D Kejati Sulsel
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) Salahuddin mengatakan dari masalah yang terjadi dalam pengerjaan rehabilitasi irigasi Kalaena di Kabupaten Luwu Timur (Lutim) itu, dimana TP4D telah melakukan kajian lapangan dan klarifikasi dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Fakta yang ditemukan yakni jadwal tanam pada daerah irigasi dilakukan secara serempak oleh masyarakat sehingga petani pada bagian hilir saluran induk Kalaena menuntut pembukaan pintu yang lebih besar agar air cepat sampai ke persawahan.
Akibatnya, daya tampung saluran air mengalami perubahan. Diantaranya perlambatan pengaliran dan keterbatasan daya tampung pada siphon sehingga terjadi bag water dan permukaan air di hulu mengalami over kapasitas.
"Akibat over kapasitas itulah yang menyebabkan tanggul tergerus dan pasangan amblas. Bagian tanah pada tanggul saluran kurang stabil dan berpasir sehingga mudah bergerak jika pengairan melebihi top pasangan," kata Salahuddin saat ditemui di ruangan kerjanya, Rabu 20 Februari 2019.
Kejadian yang ada, lanjut Salahuddin, tentunya merupakan tanggung jawab pihak rekanan untuk segera diperbaiki. Karena kata dia, proyek irigasi tersebut masih dalam tahap pemeliharaan.
"Saya belum tahu pasti sampai kapan batas waktunya. Tapi tadi tim TP4D-nya menggaransi kalau ini masih dalam masa pemeliharaan. Jadi, untuk sementara belum bisa dipastikan bahwa apakah itu persoalan kualitas pekerjaan atau bukan, tapi dari analisa teknis dan kajian dilapangan hasilnya itu untuk sementara," jelas Salahuddin yang juga merupakan bagian dari TP4D Kejati Sulsel.
Namun hingga saat ini, perbaikan terhadap kerusakan yang ada, belum bisa terlaksana, karena debit air yang ada disana masih cukup tinggi.
"Berbeda ketika masa kontrak habis dan ditemukan fakta baru bahwa kualitas pada proyek tersebut tidak sesuai standar yang dipersyaratkan maka wajib hukumnya dilakukan kegiatan pro justitia (penegakan hukum)," jelas Salahuddin.
Ia menjelaskan bahwa dalam posisi pengawalan proyek, TP4D hanya berfungsi memberikan pengawalan terhadap kajian hukumnya bukan kajian teknisnya.
Sehingga jika terjadi hal seperti yang dimkasud yakni dugaan penyimpangan, maka akan ada langkah sikap secara hukum.
"Di situlah kita dalami bagaimana teknis dari pada pekerjaan itu. Tapi karena ini masih dalam pemeliharaan maka kita harus tunduk pada kontrak yang berlaku, karena itu diikat dalam aturan hukum perdata," Salahuddin menandaskan.
Advertisement