Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan turut berbicara mengenai kenaikan posisi utang pemerintah Indonesia. Mantan Kepala Staf Kepresidenan ini menegaskan bahwa utang pemerintah Indonesia tersebut merupakan utang yang digunakan untuk menjalankan program-program yang produktif.
"Indonesia ini utangnya produktif," kata dia, dalam acara Rakernas, di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Kamis (21/2/2019).
Baca Juga
Advertisement
Penggunaan utang pemerintah untuk program-program produktif, kata Luhut, seperti pembangunan infrastruktur yang tentu akan memberikan dampak positif bagi masyarakat.
"Seperti proyek pembangunan light rail transit (LRT) Jabodebek. Maka itu, tidak ada satu pun utang kita tidak produktif," tegas dia.
Diketahui, Kementerian Keuangan mencatatkan posisi utang pemerintah pada Januari 2019 sebesar Rp 4.498,65 triliun. Angka ini setara 30,10 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), namun masih di dalam batas yang ditetapkan yakni 60 persen dari PDB.
Posisi utang di awal tahun ini meningkat sekitar Rp 80 triliun dari posisi di Desember 2018 yang sebesar Rp 4.418,30 triliun. Juga meningkat dibanding posisi Januari 2018 yang sebesar Rp 3.958,6 triliun.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Naik Rp 540 Triliun
Sebelumnya, Kementerian Keuangan mencatat total utang pemerintah pusat hingga Januari 2019 mencapai Rp 4.498,6 triliun. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan posisi utang pada Januari 2018 yang mencapai Rp 3.958,7 triliun.
Mengutip data APBN Kita, total utang pemerintah pusat tersebut terdiri dari pinjaman, baik itu pinjaman bilateral, multilateralm komersial, sampai pinjaman dalam negeri, dengan total Rp 795,8 triliun. Sementara itu, outstanding Surat Berharga Negara mencapai Rp 3.702,8 triliun.
BACA JUGA
Meski demikian secara keseluruhan, posisi utang hingga saat ini mencapai 30 persen terhadap PDB. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pemerintah telah melakukan pembiayaan utang sebesar Rp 122,47 triliun pada Januari 2019. Hal ini disebabkan karena adanya penarikan utang di awal tahun
. "Karena adanya frontloading yang dilakukan dalam rangka antisipasi kondisi pasar dan kesempatan yang cukup preferable pada Februari ini," kata Sri Mulyani di kantornya, Rabu (20/2).
Pembiayaan utang ini terdiri dari pembiayaan dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 119,5 triliun. Lalu dari pinjaman sebesar Rp 2 triliun yang berasal dari pinjaman luar negeri. Pemerintah masih mengandalkan sumber pembiayaan utang utamanya melalui penerbitan SBN.
Meskipun terdapat kecenderungan pertumbuhan yang menurun dari sumber pembiayaan SBN seiring menurunnya pertumbuhan defisit APBN selama beberapa tahun belakangan.
"Selain bertumpu pada penerbitan SBN, strategi pembiayaan utang juga melibatkan pinjaman dalam negeri dan luar negeri. Pinjaman dalam negeri mengutamakan pada kegiatan prioritas."
Advertisement