Liputan6.com, Jakarta - Para buruh menyoroti kebijakan pengupahan yang diatur pemerintah dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2018 tentang Pengupahan yang dianggap sebagai biang keladi upah murah.
Wakil Sekretaris PP SPEE Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Samsuri mengatakan, kenaikan upah buruh seakan dibatasi sejak PP 78/2015 diberlakukan.
Baca Juga
Advertisement
Dia juga mengatakan, tak ada lagi perundingan untuk menentukan upah minimum di daerah, lantaran besar kenaikan sudah diputuskan pemerintah pusat.
"Karena itu, buruh menuntut agar PP 78/2015 dicabut. Kami akan terus berjuang dan melawan setiap kebijakan yang menghambat kesejahteraan kaum buruh," tegasnya dalam acara Forum Buruh Indonesia Bicara di Gedung DPP FSPMI, Jakarta, Kamis (21/2/2019).
"Kalau upah minimum untuk pekerja lajang saja susah didapat, bagaimana dengan upah buruh yang berkeluarga?" gugat Samsuri.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jaminan Sosial
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Sabda Pranawa Djati mengklaim, BPJS Kesehatan gagal mengoptimalkan kepesertaan pekerja formal. Berbagai kebijakan yang belakangan dibuat disebutnya bertentangan dengan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).
"Jika pekerja formal saja tidak bisa dimaksimalkan kepesertaannya, bagaimana dengan kepesertaan BPJS Kesehatan dari masyarakat umum yang lebih kompleks?," keluh dia.
Hal lain yang dikritik Sabda yakni mengenai kepastian kerja para buruh kontrak atau outsourcing. Menurutnya, pemerintah seakan abai terkait sistem alih daya pekerja.
"Pelanggaran outsourcing seperti sengaja dilakukan pembiaran. Justru sekarang ada kebijakan pemagangan yang rentan disalahgunakan," ujar dia.
Advertisement