Liputan6.com, Jakarta Keberadaan perkebunan dan industri sawit sebagai industri padat karya dinilai telah menjadi solusi untuk mendorong peningkatan lapangan kerja dan membantu menekan impor BBM melalui program B20. Oleh sebab itu, butuh dukungan pemerintah daerah (pemda) dalam pengembangan sektor ini.
Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan, Achmad Mangga Barani mencontohkan, Kalimantan Barat sebagai salah satu sentra perkebunan sawit terbesar mampu menyerap tenaga kerja berpendidikan rendah dalam jumlah besar.
Baca Juga
Advertisement
Keberadaan sawit selama puluhan tahun di provinsi tersebut telah menjadi kegiatan ekonomi yang mampu menumbuhkan pusat-pusat ekonomi baru di perdesaan.
"Sejak awal, perkebunan sawit di Kalbar terpusat di daerah-daerah terpencil (remote area) seperti Sintang dan Ketapang. Sebagian besar badan jalan di Kalbar, mulai dari jalan desa, kecamatan hingga provinsi dibangun perkebunan dan HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Hanya saja, sejak tahun 1990, ketergantungan terhadap HPH sudah tidak ada, karena kayu habis. Sawit tetap menjadi komoditas andalan yang mampu menggerakan perekonomian Kalbar,” ujar dia di Jakarta, Jumat (22/2/2019).
Menurut dia, geliat ekonomi dari komoditas sawit masih bisa dirasakan hingga kini. Dalam luasan 6.000-7.000 hektare kebun sawit, berdiri satu pabrik yang mampu mengolah 600 ton sawit per hari.
”Ini menjadi pendapatan yang luar biasa bagi ekonomi Kalbar," kata dia.
Selain itu, sawit juga berkontribusi yang besar dalam pembangunan daerah yang berasal dari sumbangan pajak seperti PBB dan PPN 21 yang dipungut dari pekerja industri sawit.
"Pemasukan terbesar memang diperoleh pemerintah pusat. Devisa sawit bisa mencapai Rp 240 triliun per tahun dan itu dikembalikan dalam bentuk APBD ke daerah. Karena itu, dukungan Pemda, mulai di tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan hingga perdesaan ini menjadi sangat penting,“ jelas dia.
Hal senada juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta. Menurut dia, pemerintah daerah harus mendorong industri sawit sejalan fokus pemerintah untuk menciptakan kemandirian energi. Salah satu lewat penerapan mandatori B20 yang basisnya berasal dari sawit.
“Bahkan, kami melihat rencana pengembangan sampai B30 hingga B50 merupakan strategi penting dalam meningkatkan kedaulatan energi," ungkap dia.
Arif mengungkapkan keberhasilan B20 mampu mengurangi ketergantungan terhadap impor migas dan membantu Indonesia dalam mengurangi tingginya defisit neraca perdagangan. Hal tersebut lantaran selama ini ketergantungan terhadap impor migas masih tinggi.
"Kalau kita ingin mengembangkan kedaulatan energi, kebutuhan energi itu harus mampu kita penuhi sendiri. Sumber berasal dari energi fosil dan pengembangan bioenergi yang berasal dari perkebunan sawit di daerah,” tandas dia.
Program B100 Capres Jokowi Bisa Diterapkan, Dengan Syarat Ini
Advertisement