Detikcom Beber Kronologi Dugaan Persekusi Wartawannya di Munajat 212

Wartawan dari CNN Indonesia TV dan Detikcom diduga menjadi korban persekusi saat acara Munajat 212 berlangsung.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 22 Feb 2019, 14:36 WIB
Ilustrasi jurnalis. (Dreamstimes)

Liputan6.com, Jakarta - Acara Munajat 212 di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Februari 2019 menyisakan cerita. Sejumlah wartawan dikabarkan mengalami persekusi.

Persekusi diduga dilakukan sejumlah massa yang menggunakan atribut Front Pembela Islam (FPI) pada Kamis malam tersebut. Wartawan dari CNN Indonesia TV dan Detikcom diduga menjadi korban persekusi.

Detikcom memberikan konfirmasi terkait kebenaran karyawannya bernama Satria Kusuma yang mengalami persekusi.

Melalui laman resminya, Detikcom menjelaskan kejadian bermula saat Satria mengabadikan momen saat ada copet yang tertangkap.

Satria yang juga bersama wartawan lain, diminta untuk menghapus rekaman video yang diambilnya. Karena massa banyak, Satria menghapus video tersebut.

Namun kejadian tak berhenti sampai di situ. Satria justru digiring dibawa ke tenda VIP mereka. Di dalam tenda VIP tersebutlah diduga persekusi terhadap Satria semakin menjadi.

Ia sempat dipukul dan diminta berjongkok. Tak sampai di situ, mereka yang menggunanakan pakaian serba putih itu tahu jika Satria adalah wartawan detikcom, sehingga tindakan intimidatif dalam bentuk verbal pun terjadi.

Berikut kronologi lengkap Detikcom tentang dugaan persekusi wartawan yang dimuat dalam laman resminya:

"Wartawan detikcom atas nama Satria Kusuma mengalami penganiayaan dan kekerasan saat sedang menjalankan tugas jurnalistik. Kejadian itu berlangsung saat Satria sedang meliput acara Malam Munajat 212, Kamis (21/2/2019) di Monas.

Sekitar pukul 20.30, terjadi kericuhan yang posisinya di dekat pintu keluar VIP, arah bundaran patung Arjuna Wiwaha. Menurut informasi yang beredar, kala itu ada seorang copet yang tertangkap.

Satria pun langsung mengabadikan momen itu dengan kamera ponsel. Satria tidak sendirian. Saat itu ada wartawan lain yang juga merekam peristiwa tersebut.

Pada saat merekam video itulah Satria dipiting dan kedua tangannya dipegangi. Mereka meminta Satria menghapus video yang sudah direkamnya. Karena dipaksa sedemikian rupa dan jumlah orang yang berkerumun semakin banyak, Satria akhirnya setuju rekaman video itu dihapus.

Satria lalu dibawa ke ruangan VIP mereka. Di dalam tenda tersebut, intimidasi terus berlanjut. Adu mulut terjadi lagi saat mereka meminta ID card Satria buat difoto. Tapi Satria bertahan, memilih sekadar menunjukkan ID card dan tanpa bisa difoto.

Dalam ruangan yang dikerumuni belasan--atau mungkin puluhan--orang berpakaian putih-putih tersebut, Satria juga sempat dipukul dan diminta berjongkok. Tak sampai di situ, mereka yang tahu Satria adalah wartawan detikcom juga sempat melakukan tindakan intimidatif dalam bentuk verbal.

Singkat cerita, ketegangan sedikit mereda saat Satria bilang pernah membuat liputan FPI saat membantu korban bencana Palu. Begitu pun saat mereka mengetahui benar-benar bahwa Satria bukan wartawan 'bodrex'. Pun mereka juga tahu bahwa Satria sudah berkomitmen akan menghapus semua video di ponselnya.

Satria dilepas setelah diajak berdiskusi dengan salah satu dari mereka, yang mengaku sebagai pihak keamanan Malam Munajat 212 dan mereka kebetulan sesama orang Bogor. Namun jaminannya bukan ID card dan KTP yang diberikan, melainkan kartu pelajar. Satria pun dilepas dan kembali menuju kantor.

Terkait tindak kekerasan dan penghalangan kerja jurnalistik ini, detikcom melaporkan kejadian tersebut ke kepolisian. Dengan harapan kejadian serupa tidak terjadi terhadap wartawan lain yang sedang menjalankan fungsi jurnalistik.

detikcom mengutuk keras kekerasan terhadap jurnalis dan upaya menghalangi peliputan jelas melanggar UU Pers, terutama Pasal 4 tentang kemerdekaan pers. detikcom adalah media yang independen, objektif, dan berimbang dan mendukung penuh perjuangan terhadap kebebasan pers."

Terpisah, Pemimpin Redaksi detikcom sekaligus Direktur Konten, Alfito Deannova Ginting, melalui pesan singkat mengatakan pihaknya sudah melaporkan dugaan penganiayaan tersebut semalam. 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Wartawan CNN Indonesia TV

Seorang wartawan membentangkan poster saat aksi solidaritas tolak kekerasan terhadap jurnalis di Bundaran HI, Jakarta, Jumat (14/11/2014). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Berdasarkan keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Jumat (22/2/2019) Koordinator Liputan (Korlip) CNN Indonesia TV Joni Aswira yang saat kejadian berada di lokasi menjelaskan, malam itu belasan jurnalis dari media berkumpul di sekitar pintu masuk VIP dekat panggung acara. Mereka menunggu sejumlah narasumber untuk melakukan wawancara.

Namun pada pukul 21.00 WIB, terjadi keributan di tengah suara selawatan. Diduga ada pencopet yang ditangkap oleh sejumlah massa. Mendadak sontak kejadian itu memancing para jurnalis mendekati lokasi kejadian, termasuk pewarta foto CNN Indonesia TV.

Menurut pengakuan Joni, kamera jurnalis cukup mencolok, sehingga menjadi bahan buruan beberapa orang. Mereka mengintervensi wartawan foto tersebut untuk segera menghapus gambar kericuhan yang sempat tertangkap.

"Kalian dari media mana? Dibayar berapa? Kalau rekam yang bagus-bagus saja, yang jelek enggak usah," ucap Joni menirukan oknum massa, Jumat (22/02/2019).

Joni melanjutkan, nasib serupa dialami wartawan Detikcom saat sedang merekam kericuhan. Massa menyuruhnya menghapus gambar, tapi wartawan itu tak mau memberikan ponselnya.

"Massa kemudian menggiring wartawan Detikcom ke dalam tenda VIP sendirian. Meski telah mengaku sebagai wartawan, mereka tetap tak peduli. Di sana, dia juga dipukul dan dicakar, selain dipaksa jongkok di tengah kepungan belasan orang," ucap dia.

Jurnalis CNNIndonesia yang meliput di lokasi kejadian ikut menjadi saksi kekerasan tersebut. Sementara jurnalis Suara yang berusaha melerai kekerasan dan intimidasi itu terpaksa kehilangan ponselnya.

Koordinaror Humas Persaudaraan Alumni 212 Novel Bamukmin menampik adanya penganiayaan terhadap wartawan. Namun, dia membenarkan ada pencopet yang diamankan oleh massa.

"Enggak ada. Namanya kan ada copet, jadi laskar (massa) tuh ngamanin semuanya, semuanya diamanin. Kan, kita enggak tahu mana beneran wartawan mana bukan, takutnya kan cuma ngaku aja. Makanya diamanin," katanya.

Novel juga menjelaskan, pada saat kejadian, tak terlihat tanda pengenal yang diduga wartawan tersebut. Namun, setelah diketahui kalau itu wartawan, pihaknya langsung melepasnya.

"Nah, itu enggak ada. Enggak dipakai. Pas diamanin, terus ditanya-tanya ya kita lepas pas tahu itu wartawan," ucapnya memungkasi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya