Liputan6.com, Jakarta - Ombak ganas Laut Cina Selatan, dibarengi gelegar gulungan ombak Laut Natuna, terus menggempur pesisir Temajuk.
Tapi hal ini tak menyurutkan semangat warga untuk tetap tenang beraktivitas. Kekompakan warga menjadi salah satu dorongan semangat dalam menjalani kehidupan di desa paling ujung dari wilayah Indonesia itu–desa yang berbatasan dengan Malaysia. Meski jauh dari ibu kota Kabupaten Sambas, Temajuk memiliki kekayaan sosiokultural yang berpotensi menjadi modal sosial untuk dikembangkan sebagai sistem atau moda partisipasi warga dalam urusan layanan kesehatan.
Pemerintah Desa Temajuk secara khusus mengalokasikan dana dari anggarannya untuk pendidikan dan kesehatan. Anggaran kesehatan ini digunakan sebagai bantuan biaya pengobatan dan ambulans bagi warga tak mampu dan tak memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS). Jumlahnya tak besar, tapi sangat membantu.
Baca Juga
Advertisement
Ditemui di rumahnya pada malam hari tanpa cahaya lampu, karena listrik memang padam sejak pukul 17, Kepala Puskesmas Dewi Anggraini membantu menjelaskan kondisi layanan kesehatan di Temajuk. Dewi, 42 tahun, bercerita mengenai banyaknya kendala yang dihadapi. Jauh dari kota dan kondisi infrastruktur juga masih sangat jauh dari layak memainkan peran penting.
Kekurangan-kekurangan yang ada toh tak mematahkan semangat Dewi. Kepala Puskesmas yang yang sudah mengabdi enam tahun ini mengaku cukup berbahagia karena sering dilibatkan dalam perencanaan anggaran desa. Puskesmas sangat terbantu karena desa ikut serta dalam menangani masalah kesehatan, termasuk membuat alokasi khusus untuk bantuan kesehatan bagi warga tak mampu.
Kepala Desa Temajuk Munziri menuturkan bahwa alokasi anggaran kesehatan itu merupakan wujud dari usulan warga, khususnya kelompok kader kesehatan yang sering kedatangan mahasiswa kuliah kerja nyata (KKN) di Temajuk.
Menurut Munziri yang tak lulus SMA ini, setiap tahun ada saja rombongan mahasiswa KKN dari Universita Gajah Mada, Universita Indonesia, Universitas Sebelas Maret, maupun kampus-kampus ternama lainnya.
Ditemui di kantornya, Kepala desa yang sudah berumur 48 tahun itu menjelaskan kondisi pengelolaan keuangan yang ada di desanya. Dia dibantu perangkat desa lainnya. Menurut penjelasannya, beberapa kasus yang terjadi di Desa Temajuk memperlihatkan kemungkinan-kemungkinan yang lebih besar bagi keterlibatan warga dalam memajukan layanan kesehatan di Kabupaten Sambas. Kompleksitas persoalan layanan kesehatan di Sambas dapat ditekan dengan berbagai cara dengan mengelola pontensi-potensi yang sudah ada.
Potensi-potensi tersebut dapat dikembangkan, direplikasi, dengan manajemen yang baik dalam menangani persoalan yang ada. Pengembangan kanal interaksi (interface) antara warga dan pemerintah daerah perlu dilakukan berdasarkan model-model yang telah tersedia, seperti lokakarya mini, aktivitas posyandu, bidan desa. Tenaga kesehatan lain di tingkat paling bawah merupakan medium dan kader di garis depan. Mereka memiliki nilai penting karena berhadapan langsung dengan warga.
Dalam kaitan ini, keterbatasan infrastruktur unit layanan kesehatan untuk sementara dapat dikompensasi, khususnya bila melalui forum-forum kanal interaksi dan kader kader kesehatan tersebut, warga mendapatkan informasi dan kejelasan, baik tentang layanan maupun masalah kesehatan. Tentu saja, untuk mendukung hal ini, kesejahteraan kader-kader kesehatan di garis depan harus mendapat perhatian serius.
Bendera Merah Jambu
Inovasi dan pemangkasan prosedur dalam layanan kesehatan yang telah berjalan perlu dikembangkan. Pemangkasan prosedur pada layanan kesehatan di puskesmas bagi warga pemilik KIS, misalnya.
Mereka tak harus ke puskesmas yang tertera di fasilitas kesehatannya (faskes). Dinas Kesehatan telah melarang puskesmas menolak pasien karena bukan faskesnya, sebab jarak tempuh faskes tingkat pertama lebih jauh dari puskesmas itu.
Inovasi yang ada pada pemantauan ibu hamil dengan kewajiban memasang bendera khusus juga perlu dipertahankan. Program yang dijalankan sejak 2012 iniberupa pemberian tanda keberadaan ibu hamil dengan memasang bendera merah jambu di halaman rumahnya. Khusus untuk ibu hamil berisiko tinggi, dipasang pulabendera berwarna merah di samping bendera merah jambu itu.
Tujuannya: agar warga dan tenaga kesehatan di desa mengetahui secara jelas dan turut memantau situasi ibu hamil. Sesuai dengan tujuannya, program ini telah berperan mengurangi angka kematian bayi dan angka kematian ibu.
Potensi di Sambas yang sangat besar dan belum tergarap dengan baik adalah pengelolaan dana corporate social responsibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan yang ada. Perusahaan perkebunan sawit mendominasi beberapa wilayah di perbatasan, tapi pemerintah daerah maupun provinsi belum berbuat banyak untuk mengatur pengelolaan dana CSR-nya. Padahal dana itu bisa bermanfaat pula untuk penanganan masalah kesehatan di Sambas.
Advertisement