NU DKI: Boleh Bicara Politik di Tempat Ibadah, Tapi Bukan Kampanye

Menurut Taufik, berbicara politik di tempat ibadah sah-sah saja. Namun tidak untuk mengampanyekan urusan politik.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 23 Feb 2019, 18:24 WIB
Dialog antara takmir masjid dan BNPT di Malang, Jawa Timur (Zainul Arifin/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU) Taufik Damas mengatakan, agama dan politik tidak bisa dipisahkan, namun bisa dibedakan dan tidak boleh dicampuradukkan. Karena itu, ia meminta semua orang dapat menghormati tempat ibadah.

"Nah, orang yang tidak paham dan tidak bisa membedakan mana agama dan politik akhirnya tempat-tempat keagamaan justru dibajak untuk kegiatan politik," ujar Taufik usai jadi pembicara dalam seminar bertajuk Mengapa Harus Memilih? di Pecenongan, Jakarta Pusat, Sabtu (23/2/2019).

Menurut Taufik, berbicara politik di tempat ibadah sah-sah saja. Namun, tidak untuk mengampanyekan urusan politik.

"Kalau kampanye politik tidak boleh. Sama dengan orang ngomong ekonomi di tempat ibadah boleh, tapi orang jualan di tempat ibadah itu tidak boleh," tutur pengurus PWNU DKI Jakarta itu.

Sebab, kata dia, tempat ibadah merupakan tempat bersatu bagi orang-orang yang ingin mempelajari ilmu agama, meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan nilai-nilai spiritual lainnya. Sementara orang yang datang di tempat ibadah berasal dari latar belakang yang beragam.

"Kalau kampanye politik di tempat ibadah, maka tempat ibadah itu sudah membelah masyarakat. Orang yang datang itu kan beragam, yang setuju dengan kampanye yang dilakukan tokoh tertentu pasti dia senang. Tapi yang nggak setuju pasti ngedumel, dan itu tidak benar," ucap Taufik.

"Makanya tempat ibadah dalam bahasa Arab disebut jami' artinya menyatukan masyarakat, bukan memecah belah," tegas dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Jaga Kesucian Masjid

Sebelumnya, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Muhammadiyah Amin mengatakan, masjid harus terus dijaga kesuciannya dan dijauhkan dari pihak-pihak yang ingin menjadikannya sebagai tempat untuk menyebarkan hoaks, ujaran kebencian, radikalisme, bahkan melakukan aktivitas politik.

"Masjid adalah tempat ibadah dan tempat umat untuk mendapatkan kedamaian. Ini harus disadari semua pihak agar masjid tidak dimanfaatkan kelompok tertentu untuk melakukan dakwah negatif melalui hoaks, ujaran kebencian, radikalisme, dan lain-lain," ujar Muhammadiyah Amin di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (21/2/2019).

Dia melanjutkan, akhir Oktober 2018 keluar hasil survei Pengawas Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) tentang masjid terindikasi radikalisme.

Survei itu menyasar 100 masjid di lingkungan pemerintah dan lembaga. Hasilnya, 41 masjid terindikasi radikalisme. Dari situ, Kemenag mengundang P3M untuk memaparkan secara detail hasil survei itu, apalagi yang diteliti masjid pemerintahan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya