Liputan6.com, Pekanbaru- Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) kian meluas di Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis. Dalam beberapa hari terakhir sudah ada 250 hektare kebun sawit serta karet ludes menjadi abu sehingga membuat Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto turun ke lokasi kebakaran meninjau pemadaman.
Setelah berdiskusi dengan jajaran Pemerintah Provinsi Riau, Hadi menyatakan prajurit TNI dari pusat akan didatangkan memadamkan api di Bengkalis dan sejumlah kabupaten lainnya. Prajurit dari Korem Bukit Barisan Riau juga akan diterjunkan.
"(Prajurit bantuan) akan landing di Dumai, karena di sana ada landasan yang bisa kita pakai untuk mendaratkan pesawat Hercules," katanya di Pangkalan Udara Roesmin Nurjadin Pekanbaru, Sabtu petang, 23 Februari 2019.
Baca Juga
Advertisement
Menurut pria berbintang empat di pundaknya ini, personel tak hanya bertugas memadamkan kebakaran lahan tapi juga berperan sebagai pendeteksi dini. Deteksi ini berdasarkan prakiraan Badan, Meteorologi dan Klimatologi (BMKG) yang setiap hari melapor ke petugas.
"Personel ditempatkan di setiap titik yang berpotensi terjadinya kebakaran. Mereka akan tidur di sana, sambil berjaga kemungkinan akan terjadi kebakaran," tegas Hadi.
Selain pasukan, Hadi juga menyebut akan memindahkan beberapa helikopter ke Kota Dumai. Lokasi ini sangat dengan sejumlah wilayah pesisir lainnya, termasuk Bengkalis yang saat ini masih membara.
"Bantuan lain seperti pompa air juga dikirimkan, begitu juga dengan kebutuhan lainya di lapangan seperti makanan dan bahan bakar," terang Hadi.
Hadi menyebutkan, kebakaran di Bengkalis cukup sulit dipadamkan. Diapun mengaku turun langsung memadamkan api bersama prajurit dan polisi yang sudah berhari-hari di lapangan.
"Bagi saya sulit karena belum terbiasa, mungkin bagi prajurit tidak lah sulit karena sudah terbiasa," sebut Hadi.
Kendala di Lapangan
Hadi menyatakan, setidaknya ada tiga permasalahan yang segera ditindaklanjuti terkait Karhutla di Riau. Pertama adalah early warning atau peringatan dini yang bergantung kepada satelit.
"Sedangkan satelit melaporkan posisi titik api setiap 6 jam, misalnya kebakarannya jam 7, diterima satelit 6 jam kemudian. Kalau sudah 6 jam itu kebakarannya tinggi (besar)," katanya.
Masalah kedua adalah ketika sudah diketahui posisi titik api, pasukan yang akan merapat ke wilayah kebakaran mengalami kendala transportasi. Belum lagi yang membuat petugas kesulitan mencapai titik api.
"Terakhir adalah alat untuk melakukan pemadamkan di titik api, jumlahnya sangat terbatas," sebut Hadi.
Kendala ini biasa juga dialami tim udara. Dengan kesulitan tim darat mencapai titik api untuk menentukan koordinat, helikopter selalu terlambat terbang di mana lokasi tujuan sudah membesar kebakarannya.
"Informasi disampaikan lewat radio, lalu helikopter terbang dari Pekanbaru. Kalau kebakaran di pesisir tentu lama sekali, makanya dipindahkan beberapa helikopter ke Dumai," kata Hadi.
Advertisement