Bawaslu dan Mendagri Diminta Tindak ASN dan Kepala Daerah Tak Netral di Pemilu

Sampai hari ini sudah ada banyak laporan masuk ke Bawaslu, tapi belum ada yang berujung pada pidana.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Feb 2019, 08:08 WIB
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Abhan. (Merdeka.com/Nur Habibie)

Liputan6.com, Jakarta - Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Indra mempertanyakan netralitas aparatur sipil negara (ASN) dan kepala daerah di Pemilu 2019. Sebab, banyak ASN dan kepala daerah yang mendeklarasikan dukungan kepada paslon tertentu jelang 50 hari pemungutan suara.

Indra menambahkan, baru baru ini deklarasi dukungan dilakukan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo beserta 31 kepala daerah lainnya untuk paslon nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Tengah pun menduga ada pelanggaran etika dalam deklarasi tersebut.

"Di kasus gubernur Jawa Tengah, di situ jelas kok nama yang disebut bupati bukan si a atau b, jadi jabatan. Ini jelas pelanggaran pemilu. Saya sayangkan Bawaslu rekomendasinya seperti itu," kata Indra dalam diskusi 'Pemilu 2019 Jurdil & Luber, Masih Adakah?' di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya I No 35, Jakarta Selatan, Selasa (26/2).

Indra juga menyoroti deklarasi dukungan sejumlah camat di Makassar, Sulawesi Selatan, kepada capres petahana. Indra mengatakan, deklarasi dukungan itu secara nyata menunjukkan bahwa ASN dan kepala daerah tidak netral di pemilu.

"Kalau kita lihat pasalnya, ASN itu dilarang kampanye. Para camat harusnya kena pidana pemilu. Harus ada efek jera oleh Bawaslu, saya khawatir bila kasus ini didiamkan akan ada pelanggaran UU secara massif karena mereka punya jabatan," ungkap Indra.

Juru Bicara Hukum BPN Prabowo-Sandi ini melanjutkan, pihaknya menunggu ketegasan penyelenggara pemilu apakah akan menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran yang dilakukan para ASN hingga kepala daerah itu atau tidak.

"Sampai hari ini sudah ada banyak laporan masuk ke Bawaslu, tapi belum ada yang berujung pada pidana. Tapi lihat, ada kepala desa di Pasuruan yang dukung Prabowo-Sandi langsung dipidana. Penyelenggara pemilu tidak boleh tutup mata dengan kasus ini, penyelenggara pemilu harus adil," imbuh Indra.

 

 


Saksikan video pilihan berikut ini:


Pemerintah Harus Tegas

Terkait aksi 31 Kepala daerah itu,  Pengamat Hukum, Ismail Rumadan menilai, Mendagri seharusnya menjalankan rekomendasi Bawaslu dan tidak perlu lagi melakukan penafsiran ulang terhadap putusan Bawaslu tersebut.

"Sehingga Mendagri tidak ngawur dalam hal menanggapi rekomendasi Bawaslu atas tindakan yang dilakukan oleh Ganjar Pranowo bersama 31 Kepala Daerah di Jateng,” kata Ismail.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional itu mengatakan, Bawaslu punya otoritas untuk memeriksa dan mengadili pihak yang dituduh melakukan kesalahan dan pelanggaran dalam proses pemilu. 

"Karena Mendagri bukan dalam kapasitas memeriksa ulang keputusan Bawaslau atau menyatakan tidak bersalah, lalu dimana letak wewenang Mendagri menyatakan itu tidak bersalah,” ujar Ismail.

Ismail pun menegaskan, dalam konteks ini mestinya Mendagri menjalankan keputusan Bawaslu terhadap kasus ini.

"Tidak lagi menafsirkan tindakan yang dilakukan oleh gubernur dan rekan-rekannya itu. Lain halnya kalau pelanggaran itu adalah pelanggaran eksekutif secara organisatoris di pemerintahan, ini adalah planggaran terhadap peraturan kampanye atau peraturann pemilu,” tegas dia.

Dihubungi terpisah, Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis menanggapi dengan pernyataan pesimis terhadap penegakkan hukum di era kepemimpinan Jokowi-JK dalam konteks kasus tersebut. 

"Hukum dibolak-balik oleh rezim saat ini. Bahwa terhadap lawan-lawan politik hukum mampu ditegakkan, tapi ketika itu terhadap pihak mereka sendiri hukum tidak berdaya apa-apa, hukum dipermainkan, hukum terkesan dikucilkan,” kata Margarito.

Dia memprediksi, pelanggaran-pelanggaran seperti ini nantinya akan semakin banyak karena tidak ada lagi yang mau percaya dengan lembaga penegakan hukum di negeri ini.

"Ini kan sebuah potret yang sangat memalukan dalam proses hukum di negeri ini. Ketika ada pelanggaran, kemudian tidak ada sanksi tegas,” tutup Margarito.

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya