Liputan6.com, Jakarta Tingkat optimisme pelaku bisnis di Indonesia menurun pada semester II 2018 dibandingkan periode sebelumnya. Ini menurut laporan yang dikeluarkan Grant Thornton International Business Report (IBR).
Laporan itu mengungkapkan, optimisme bisnis pelaku usaha Indonesia berada di level 61 persen dari total responden, atau turun 38 persen dari periode sebelumnya, yakni kuartal II (semester I) 2018, yang mana pada periode itu Indonesia berada di peringkat ranking teratas secara global.
Dia menjelaskan meski optimisme pelaku bisnis Indonesia turun, secara umum iklim bisnisnya masih cukup kondusif.
Baca Juga
Advertisement
"Survei kami mencatat 65 persen pelaku bisnis di Indonesia melaporkan kenaikan revenue lebih dari 5 persen pada 2018," ujar Johanna Gani, Managing Partner Grant Thornton Indonesia, dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu (27/2/2019).
Adapun penurunan optimisme pengusaha disebabkan faktor ketidakpastian ekonomi global dan sejalan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) per kuartal IV 2018.
Data tingkat optimisme pelaku bisnis ini diperoleh melalui wawancara dengan lebih dari 5.000 responden di level eksekutif, managing director, chairman atau eksekutif senior lain dari seluruh sektor industri yang dilakukan pada November 2018.
Grant Thornton International Business Report adalah survei terhadap perusahaan terbuka dan perseorangan berupa kuisioner dan survei lapangan, yang dilakukan setiap dua kali dalam satu tahun berdasarkan wawancara melalui telepon dan online.
Diluncurkan pada 1992, saat ini Grant Thornton International Business Report memberikan wawasan serta pandangan bisnis kepada lebih dari 10.000 perusahaan per tahun di 35 negara.
Optimisme Global dan ASEAN
Tidak hanya di Indonesia, penurunan optimisme bisnis juga dirasakan serentak secara global. Tercatat optimisme pelaku bisnis global sekarang berada di 39 persen, level tersebut turun signifikan sebanyak 15 poin dari periode sebelumnya dan merupakan rekor terendah sejak kuartal IV 2016.
Optimisme bisnis di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) tercatat masih di bawah Indonesia, yaitu di level 42 persen, turun dari periode sebelumnya yang mencapai level 64 persen.
Ketidakpastian ekonomi diidentifikasi para pemimpin bisnis sebagai faktor pendorong penurunan terbesar, yakni 50 persen dari total responden. Hal ini disebabkan ketegangan geopolitik, seperti perang dagang Amerika Serikat - Tiongkok dan meningkatnya sentimen populis di sebagian besar negara ekonomi Barat, seperti Italia dan Spanyol.
Lepas dari prospek global yang terlihat muram dan perlambatan pertumbuhan PDB di sebagian besar negara maju, negara-negara ekonomi berkembang di Asia Pasifik dan Amerika Latin menunjukkan proyeksi pendapatan pelaku bisnis terhitung stabil dibandingkan periode sebelumnya.
Hal tersebut mencerminkan peningkatan integrasi ekonomi regional dan kolaborasi bisnis yang lebih efektif antarnegara-negara ASEAN. Selain berkurangnya ketergantungan perdagangan pada Tiongkok yang mulai mengalami perlambatan ekonomi.
David Peneycad, Global Leader Grant Thornton International, mengatakan, Meski pasar keuangan global bergejolak, para pemimpin bisnis tetap optimistis, karena PDB global diperkirakan terus tumbuh dan bisnis mereka ikut tumbuh bersama. Risiko tetap ada, tapi fundamental ekonomi masih tetap kuat dan masih terbuka berbagai peluang bisnis.
Secara umum, saat ketidakpastian ekonomi, peningkatan investasi bukan menjadi pilihan favorit para pelaku bisnis yang cenderung mengurangi atau bahkan menghentikan investasi.
Namun, inilah saat yang tepat berinvestasi untuk meningkatkan kemampuan dan infrastruktur pendukung. Sehingga saat kondisi ekonomi membaik, pelaku bisnis yang bijak akan mampu bereaksi cepat untuk memanfaatkan momentum dan mengambil keuntungan.
Advertisement