Huawei Kembali Tegaskan Bebas dari Tekanan Pemerintah Tiongkok

Chairman Huawei, Liang Hua, menegaskan akan menolak permintaan apa pun dari pemerintah Tiongkok untuk membuka back door atau "pintu belakang" di jaringan telekomunikasi asing.

oleh Andina Librianty diperbarui 28 Feb 2019, 14:00 WIB
Device Laboratory milik Huawei di Beijing, Tiongkok. Liputan6.com/Andina Librianty

Liputan6.com, Jakarta - Chairman Huawei, Liang Hua, menegaskan akan menolak permintaan apa pun dari pemerintah Tiongkok untuk membuka back door atau "pintu belakang" di jaringan telekomunikasi asing.

Hal ini disebabkan perusahaan tidak diwajibkan secara hukum untuk melakukannya.

Hua di Toronto, Kanada, mengatakan perusahaanya telah menerima opini legal independen tentang kewajibannya di bawah hukum Tiongkok.

Hasilnya, tidak ada apa pun yang memaksa perusahaan membuat apa yang disebut sebagai "pintu belakang" di jaringan telekomunikasi.

Ia pun menegaskan Huawei tidak pernah menerima permintaan semacam itu, dan akan menolak jika ada.

"Kami tidak akan merespons permintaan tersebut karena tidak sesuai hukum," tutur Hua.

Ia pun menekankan Huawei sebagai organisasi bisnis independen yang ditujukan untuk melayani pelanggan.

"Kami telah menjaga rekam jejak yang baik dalam keamanan siber," sambungnya, seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (28/2/2019).

Ini merupakan kesekian kali Huawei membantah menjadi alat mata-mata pemerintah Tiongkok.

Sebelumnya, perusahaan telah berulang kali menyatakan tidak menempatkan back door di teknologinya untuk memata-matai negara lain atas permintaan pemerintah Tiongkok.

Pernyataan Hua ini muncul di tengah rencana Kanada, dan beberapa negara lain sedang mempertimbangkan kemungkinan membatasi atau memblokir jaringan 5G menggunakan teknologi Huawei.

Sejumlah negara, terutama Amerika Serikat (AS) menuding dan mencurigai Huawei digunakan sebagai alat mata-mata oleh pemerintah Tiongkok. AS bahkan menyebut Huawei sebagai ancaman bagi keamanan nasional.

Tak hanya itu, Huawei pun tengah menghadapi masalah lain dengan ditangkapnya Chief Financial Officer Huawei, Meng Wanzhou, beberapa waktu lalu.

Wanzhou saat ini tengah menjadi tahanan rumah di Vancouver dan menghadapi potensi ekstradisi dari Kanada ke Amerika Serikat (AS).


Tantangan dan Kesulitan Huawei

Salah satu toko resmi Huawei di Beijing, China (AP/Mark Schiefelbein)

Undang-Undang keamanan nasional Tiongkok yang mewajibkan organisasi apa pun untuk bekerja sama dengan badan intelijen nasional, menimbulkan kekhawatiran bahwa pemerintah setempat akan membuat Huawei "mengacak" jaringan telekomunikasi di negara lain.

Terkait regulasi tersebut, Hua mengakuinya, tapi hal tersebut tidak secara khusus mengharuskan Huawei membuka "pintu belakang" untuk memantau jaringan telekomunikasi negara lain.

Ia pun menegaskan kesulitan merupakan hal yang normal dalam berbisnis, dan Huawei akan terus berinvestasi di Kanada terlepas dari keputusan soal 5G. Ia juga meyakini Wanzhou tidak bersalah.

"Pada akhirnya, kami berharap keputusan soal 5G akan dibuat berdasarkan teknologi, dan bukan faktor-faktor lain. Namun normal bagi sebuah perusahaan menghadapi tantangan dan kesulitan di mana pun dan kapan pun," ungkapnya.

Sejauh ini, AS, Selandia Baru, dan Australia telah membatasi atau memblokir jaringan 5G dari Huawei.

Namun Perdana Menteri Selandi Baru, Jacinda Ardern, disebut belum menyampaikan keputusan akhir. Selain itu, pemerintah Inggris juga belum menyampaikan keputusannya.

(Din/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya