Eks Pengacara: Jika Donald Trump Kalah Pemilu 2020, Transisi Kekuasaan AS Tak Akan Damai

Mantan pengacara Donald Trump Michael Cohen memperingatkan jika bekas kliennya kalah dalam pemilu 2020, maka transisi kekuasaan AS tidak akan damai.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 28 Feb 2019, 11:33 WIB
Eks pengacara Donald Trump, Michael Cohen (AP/Pablo Martinez Monsivais)

Liputan6.com, New York - Mantan pengacara dan "penyelesai masalah" Donald Trump, Michael Cohen, baru saja menyelesaikan kesaksiannya di depan Kongres Amerika Serikat (AS).

Dia memperingatkan bahwa jika Donald Trump kalah dalam pemilu presiden AS 2020 mendatang, "tidak akan pernah ada transisi kekuasaan yang damai", demikian sebagaimana dikutip dari Vox.com pada Kamis (28/2/2019).

"Loyalitas saya kepada Tuan Trump telah mengorbankan banyak hal: kebahagiaan keluarga saya, persahabatan, lisensi hukum saya, perusahaan saya, mata pencaharian saya, kehormatan saya, reputasi saya dan, segera, kebebasan saya. Dan saya tidak akan diam membiarkannya melakukan hal yang sama pada negara ini," kata Cohen pada penutupan persidangan.

"Mengingat pengalaman saya bekerja untuk Tuan Trump, saya khawatir jika dia kalah dalam pemilu 2020, maka tidak akan pernah ada transisi kekuasaan yang damai, dan inilah sebabnya saya setuju untuk tampil di hadapan Anda hari ini," lanjutnya.

Cohen juga memilih menggunakan pidato penutupnya untuk mengkritik Donald Trump dalam segala hal, mulai dari isu imigrasi, pemisahan keluarga, penutupan pemerintahan (government shutdown), hingga serangan presiden AS ke-45 itu terhadap media.

Kesaksian Cohen sempat terputus ketika Perwakilan Republik Mark Meadows bereaksi marah atas Perwakilan Rashida Tlaib --dari kubu Demokrat-- tentang komentar, bahwa membawa seorang wanita kulit hitam untuk menyangkal rasisme, sebenarnya adalah tindakan rasis.

"Keponakan-keponakan saya adalah orang-orang kulit berwarna," serunya.

Setelah sidang, beberapa pihak menilai bahwa apapun yang diyakini Meadow tentang isu ras, dia adalah salah satu pendukung kuat teori konspirasi rasis tentang tempat kelahiran mantan Presiden Barack Obama, yang sempat menghebohkan AS pada awal-awal masa pemerintahannya.

 

Simak video pilihan berikut: 

 


Cohen Dijatuhi Penjara 36 Bulan

Suasana Hotel Loews Regency, di mana FBI menggeledah kantor pengacara pribadi Donald Trump, Michael Cohen di Manhattan, New York City, Senin (9/4). Sekitar selusin agen FBI dilaporkan menggeledah kantor dan tempat tinggal Cohen. (Drew Angerer/AFP)

Sedikit kilas balik, Michael Cohen dijatuhi hukuman penjara 36 bulan di New York pada Rabu 12 Desember 2018.

Dia terbukti berbohong ke Kongres AS dan memfasilitasi pembayaran ilegal untuk membungkam dua wanita, yang diduga pernah menjalin hubungan dekat dengan Trump.

Dikutip dari The Guardian, putusan yang diketuk oleh hakim William Pauley di Manhattan itu, secara mengejutkan, membalik sikap yang biasa ditujukan Cohen terhadap mantan kliennya, Donald Trump.

Cohen diketahui selalu "siap pasang badan" untuk melindungi Donald Trump. Namun, setelah vonis hukuman penjara diumumkan, dia balik berkata dalam suasana emosional, bahwa ia kecewa dengan mantan kliennya itu.

Cohen juga mengatakan bahwa dia telah melakukan kejahatan di bawah "kesetiaan buta" kepada Donald Trump.

"Saya telah memenjarakan diri dan mental sejak hari ketika saya menerima tawaran untuk bekerja untuk seorang maestro real estate, yang ketajaman bisnisnya sangat saya kagumi," kata Cohen. "Saya tahu sekarang, pada kenyataannya, hanya sedikit yang bisa dikagumi dari dia."

"Saya bertanggung jawab penuh atas setiap tindakan yang saya akui," kata Cohen kepada hakim.

"Secara pribadi untuk saya dan yang melibatkan presiden Amerika Serikat .... itu adalah tugas saya untuk menutupi perbuatan kotornya," tambah Cohen.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya