Liputan6.com, Jakarta Biaya logistik yang tinggi membuat produk ekspor Indonesia tidak kompetitif. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah agar produk nasional lebih berdaya saing.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani mengatakan, porsi biaya logistik menyumbang sekitar 40 persen dari harga produk di Indonesia. Kemudian komponen terbesar dari logistik tersebut yaitu 72 persen merupakan ongkos transportasi.
Baca Juga
Advertisement
"Biaya logistik masih tinggi. Tetapi Kadin tentu menyambut baik upaya pemerintah melakukan perbaikan sistem logistik nasional untuk mempercepat pengembangan usaha dan daya saing penyedia jasa logistik," ujar dia dalam Seminar Perdagangan Nasional di Jakarta, Kamis (28/2/2019).
Tingginya biaya logistik di Indonesia juga diakui Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Ngakan Timur Antara mengatakan, berdasarkan Logistic Performance Index 2018, Indonesia berada di posisi 46. Indonesia berada di bawah negara tetangga seperti Singapura, Thailand, Vietnam dan Malaysia
"Indonesia berada pada posisi 46 di dunia. Singapura nomor 7, Jerman nomor 1, kemudian Swedia, Belgia, Austria, Jepang, Belanda, Singapura, Denmark, Inggris, Finlandia. Dibandingkan Thailand, Vietnam dan Malaysia juga kalah. Thailand di 32, Vietnam di posisi 39, Malaysia di 41," kata dia.
Meski demikian, lanjut Ngakan, dengan beragam pembangunan yang dilakukan pemerintah saat ini diharapkan mampu memperbaiki posisi Indonesia dalam hal logistik ini.
"Ranking logistik kita memang up and down. Tapi dengan dibangun infrastruktur seperti tol itu sudah dilihat dampaknya. Ini juga sebagai langkah antisipasi ke depan, sehingga logistik bisa meningkat dari tahun ke tahun," tandas dia.
Pengusaha Logistik Minta Tarif Tol Trans Jawa Turun
Pengusaha mengungkap alasan truk angkutan logistik enggan mau masuk ke jalan tol Trans Jawa. Salah satunya lantaran tarif tol yang dinilai sangat tinggi.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) Budi Paryanto mengatakan, tarif tol yang tinggi memang menjadi alasan utama truk angkutan logistik enggan masuk ke jalan tol.
"Truk enggak mau masuk itu karena biaya. Karena sistemnya truk itu borongan. Misalnya 2 hari sampai sana (tujuan), biaya sekian," ujar dia di Jakarta, Rabu (27/2/2019).
Oleh sebab itu, lanjut dia, untuk tol yang baru diresmikan seperti pada beberapa ruas di Trans Jawa, seharusnya ditetapkan tarif yang lebih murah. Sehingga keberadaan tol tersebut diminati oleh truk logistik.
"Harusnya sekian tahun pertama harusnya familiarsiasi dulu. Jangan kita masuk sudah tinggi. Ini nanti katanya 15 tarif tol mau naik lagi," ungkap dia.
Jika tarif tol yang dikenakan sudah langsung tinggi, kata Budi, akibatnya keberadaan tol justru tidak dimanfaatkan secara maksimal. Sehingga tujuan dibangunnya tol untuk menekan biaya logistik pun tidak akan tercapai.
"Pemanfaatannya tidak maksimal, karena ada regulasi-regulasi ini," tandas dia.
Advertisement