Liputan6.com, Jakarta Upaya mengantisipasi fluktuasi harga sawit, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan menargetkan produksi green fuel naik hingga 30 persen. Jika produksi green fuel meningkat maka permintaan dan persediaan akan seimbang.
"Fluktuasi harga sawit itu kan tergantung supply dan demand. Makanya kita upayakan, produksi green fuel harus diperbanyak. Nanti harganya bisa dimaintain di angka USD 800," ungkap dia di Jakarta, Kamis (28/2/2019).
Baca Juga
Advertisement
Dia mengungkapkan, demi mewujudkan hal itu perlu dibangun pabrik kelapa sawit. Namun hingga saat ini, wacana pembangunan itu masih berkutat pada wilayah dan pembiayaan.
Dia mengaku, pembiayaan untuk pembangunan pabrik belum ada, tapi akan terus dicari.
Dia juga memastikan pemerintah akan terus mendukung dan melindungi petani dari segala sisi, terutama bagi petani kecil.
"Kita harus lindungi petani. Jadi saya bilang ke petani-petani besar kalian harus kontribusi kepada petani-petani dan koperasi kecil. Kita mau keseimbangan itu jalan. Jadi harus dididik, semua harus bicara lingkungan, jangan kita mau uang saja, tapi lingkungan dilupakan," ujarnya.
Pertamina Kembangkan Kilang Minyak Sawit
PT Pertamina (Persero) sedang mengembangkan kilang minyak sawit (crude palm oil/CPO), yang akan menghasilkan bahan bakar ramah lingkungan, sehingga dapat mengurangi impor minyak.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati mengatakan, kilang minyak sawit atau biorefinery dikembangkan Pertamina dengan LAPI ITB menyerap minyak sawit dalam negeri. Kemudian menghasilkan katalis merah putih, sebagai bahan untuk memproduksi biofuel, biodiesel dan bioavtur.
"Rencana tindak lanjut untuk meng-improve produktivitas lahan CPO milik petani atau rakyat," kata Nicke, di Jakarta, Jumat (22/2/2019).
Baca Juga
Nicke menuturkan, program tersebut untuk mendukung pelaksanaan campuran 20 persen dengan solar (B20). Dari fasilitas pengolahan minyak sawit ini Pertamina bisa mengurangi minyak sebesar 23 ribu barel per per hari.
"Biorefinery proyect merupakan implementasi program diversifikasi energi melalui produksi biofuel untuk mencapai bauran EBT 23 persen di tahun 2025," tutur dia.
Produk yang dihasilkan dari infrastruktur tersebut adalah greendiesel memiliki cetane number paling tinggi diantara fosil diesel, biodiese Fame, sehingga menghasilkan pembakaran yang lebih semurna.
Dibanding minyak diesel dan Fame Biodiesel, Greendiesel adalah yang paling ramah lingkungan karena energi produksi sangat rendah serta emisi paling kecil.
Advertisement