Liputan6.com, Jakarta - Gempa tektonik bermagnitudo 5,6 mengguncang wilayah Kabupaten Solok Selatan, Kamis 28 Februari 2019. Hasil pemutakhiran parameter menunjukkan gempa ini memiliki kekuatan magnitudo 5,3.
Episenter terletak pada koordinat 1,4 LS dan 101,53 BT, atau tepatnya berlokasi di darat pada jarak 36 kilometer arah timur laut Kota Padang Aro, Kabupaten Solok Selatan, Propinsi Sumatera Barat, pada kedalaman 10 kilometer.
Advertisement
Menurut Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono, gempa Solok Selatan ini, merupakan jenis gempa tektonik kerak dangkal (shallow crustal earthquake) yang dipicu aktivitas sesar aktif yang belum terpetakan dan belum diketahui namanya.
"Pemicu gempa ini diduga berasal dari percabangan (splay) dari Sesar Besar Sumatra (The Great Sumatra Fault Zone), mengingat lokasi episenter gempa ini terletak sejauh 49 kilometer di sebelah timur jalur Sesar Besar Sumatera tepatnya dari Segmen Suliti," jelas Daryono kepada Liputan6.com, Jumat (1/3/2019).
Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa ini dibangkitkan oleh deformasi batuan dengan mekanisme pergerakan mendatar (strike-slip).
"Jika memperhatikan peta geologi di lokasi episenter, tampak terlihat adanya pola kelurusan yang berarah barat laut-tenggara. Mengacu orientasi ini maka dapat dikatakan bahwa mekanisme gempa Solok Selatan ini berupa sesar geser dengan arah pergeseran menganan (dextral-strike slip fault)," ujar dia.
Dampak gempa ini guncangannya dirasakan di Solok Selatan mencapai skala intensitas V-VI MMI, Kota Padang III-IV MMI, Painan dan Padang Panjang II-III MMI, Payakumbuh Limapuluh Kota II MMI, Kepahyang I MMI. Berdasarkan laporan BPBD Kabupaten Solok Selatan, lebih dari 343 bangunan rumah rusak dan sedikitnya 48 orang terluka akibat gempa ini.
"Catatan sejarah gempa besar di Segmen Suliti tidak banyak, tetapi pada bagian selatan Segmen Suliti yang berdekatan dengan Segmen Siulak dalam catatan sejarah pernah terjadi 2 kali gempa dahsyat, yaitu Gempa Kerinci 1909 (M=7,6) dan 1995 (M=7,0)," ucap Daryono.
Sejarah Gempa 1909
Salah satu peristiwa gempa dahsyat di Perbatasan Sumatera Barat, Bangkulu, dan Jambi adalah gempa merusak yang terjadi pada 4 Juni 1909, sekitar 7 tahun setelah wilayah ini diduduki Hindia-Belanda.
"Gempa tektonik yang dipicu akibat aktivitas Sesar Besar Sumatera tepatnya di segmen Siulak ini berkekuatan M=7,6. Gempa ini menjadi gempa darat paling kuat yang mengawali abad ke-20 di Hindia-Belanda. Peristiwa gempa dahsyat ini banyak ditulis dan diberitakan dalam berbagai surat kabar Pemerintah Hindia Belanda saat itu," terang Daryono.
Jumlah korban jiwa meninggal akibat gempa Kerinci saat itu sangat banyak mencapai lebih dari 230 orang. Sementara korban luka ringan dan berat dilaporkan juga sangat banyak.
"Sejarah gempa dahsyat yang melanda Kerinci tahun 1909 kemudian terulang kembali pada tahun 1995. Gempa Kerinci 1995 berkekuatan M 7,0 terjadi terjadi pada 7 Oktober 1995 yang mengakibatkan kerusakan parah di Sungaipenuh, Kabupaten Kerinci," kata Daryono.
Gempa ini menyebabkan 84 orang meninggal, 558 orang luka berat dan 1.310 orang luka ringan. Sementara 7.137 rumah, sarana transportasi, sarana irigasi, tempat ibadah, pasar dan pertokoan mengalami kerusakan.
Untuk itu, ia menilai ada pelajaran penting yang dapat dipetik dari peristiwa gempa di Solok Selatan termasuk catatan gempa Kerinci 1909 dan 1995. Bahwa, keberadaan zona Sesar Besar Sumatra harus selalu diwaspadai.
"Jika terjadi aktivitas pergeseran sesar ini maka efeknya dapat sangat merusak karena karakteristik gempanya yang berkedalaman dangkal dan jalur sesar yang berdekatan dengan permukiman penduduk," ucap Daryono.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement