Liputan6.com, Jakarta Berhati-hatilah dengan stres yang Anda alami. Tidak hanya bisa menaikkan tekanan darah, perasaan tersebut jika terlalu lama dibiarkan bisa mengembangkan sel kanker.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa stres yang berkelanjutan dan dalam jangka panjang mempercepat pertumbuhan sel induk kanker.
Advertisement
Lewat sebuah studi yang dilakukan dengan tikus, para ilmuwan dari Dalian Medical University di Tiongkok, bekerjasama dengan rekan-rekan mereka di seluruh dunia, mencari tahu bagaimana ini bisa terjadi. Temuan yang dipublikasikan di Journal of Clinical Investigation melihat adanya keterlibatan hormon epinefrin.
"Anda bisa membunuh semua sel yang Anda inginkan di tumor, tetapi jika sel stem atau sel induk tidak terbunuh, maka tumor tersebut akan tumbuh dan bermetastasis," kara rekan penulis Keith Kelley dari University of Illinois di Chicago, Amerika Serikat seperti dikutip dari Medical News Today pada Jumat (1/3/2019).
Kelley mengatakan, penelitian ini merupakan yang pertama melihat keterkaitan antara stres kronis dengan pertumbuhan sel-sel induk kanker payudara. Mereka menggunakan sekelompok tikus untuk menguji ini.
Para ilmuwan melihat, tikus yang stres menunjukkan perubahan perilaku seperti depresi dan kecemasan. Selain itu, mereka juga memiliki tumor kanker yang lebih besar daripada kelompok pembandingnya.
Simak juga video menarik berikut ini:
Kanker berkembang lebih cepat
Tumor yang ditemukan juga tumbuh dengan lebih cepat. Walaupun begitu, belum diketahui secara rinci bagaimana stres bisa mempengaruhi perkembangannya.
"Jaringan pensinyalan langsung antara jalur stres dan sistem penjalaran kanker hampir tidak diketahui," kata peneliti utama Quentin Liu.
"Pemahaman yang lebih baik tentang biokimia penyebab stres yang meningkatkan pertumbuhan sel kanker bisa menuntun kita ke intervensi obat yang ditargetkan," tambah Liu.
Para peneliti melihat keterlibatan hormon epinefrin. Kelley mengatakan, orang seringkali berpikir bahwa kortisol-lah yang menekan sistem kekebalan tubuh. Padahal, hormon tersebut menjadi lebih rendah sebulan setelah mengalami stres.
Penulis menjelaskan, hormon tersebut terikat dengan ADRB2 (reseptor epinefrin). Interaksi itu meningkatkan kadar dehidorgenase laktat, enzim yang biasanya memberi otot "suntikan" energi dalam situasi berbahaya. Ini memungkinkan orang tersebut untuk melawan ancaman dalam tubuhnya, atau melarikan diri darinya.
Produk sampingan peningkatan energi tersebut adalah senyawa organik bernama laktat. Pada orang dengan kanker, sel-sel itu memakan senyawa ini dan membuatnya memperoleh lebih banyak energi. Pada waktunya, ini akan mengaktifkan gen yang terkait dengan pertumbuhan kanker dan memungkinkan sel-selnya berkembang.
Advertisement