Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyampaikan, hingga akhir 2018 kemarin akses aman air minum yang tersebar ke masyarakat di seluruh Indonesia baru mencapai 72 persen.
Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Danis H Sumadilaga mengatakan, akses aman air minum pada tahun ini akan ditingkatkan menjadi sekitar 76 persen.
"Kita harapkan, masyarakat yang belum tersentuh akses air bersih tidak 28 persen lagi, jadi 24 persen. Diharapkan angkanya jadi 76 persen," ungkap dia di Gedung Kementerian PUPR, Jakarta, Jumat (1/3/2019).
Baca Juga
Advertisement
Adapun berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang dicanangkan Pemerintah era Jokowi-JK, akses aman air minum ditargetkan bisa tercapai 100 persen pada 2019.
Namun begitu, Danis menyatakan rencana itu belum bisa terealisasikan. "Mudah-mudahan bisa dicapai 5 tahun ke depan," sambung dia.
Syaratnya, ia melanjutkan, ada akses yang dibangun lewat jaringan pipa dan non perpipaan, dan membutuhkan dana yang tidak sedikit. Oleh karenanya, pemerintah mau menjalin kerjasama baik dengan pihak organisasi, perusahaan swasta, hingga perseroan besar lewat konsep Corporate Social Responsibility (CSR).
"Untuk mencapai tujuan itu, artinya dimungkinan untuk membuat akses sanitasi lebih besar. Kita bakal berkolaborasi dengan organisasi, swasta, kemudian CSR dengan perusahaan besar," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pengamat: Kelola Air, Perlu Pembagian Peran Pemerintah dan Swasta
Pemerintah dan swasta dinilai perlu berbagi peran dalam pengelolaan penyediaan air bersih bagi masyarakat.
Lantaran pelayanan air bersih merupakan layanan dasar (essential service) yang harus diberikan pemerintah untuk masyarakat.
Pendiri Institute for Competition and Policy Analysis (ICPA), Syarkawi Rauf mengatakan, selama ini, kendala anggaran yang menjadi persoalan klasik dalam upaya pemerintah memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat.
BACA JUGA
Namun, sebenarnya hal tersebut dapat diatasi melalui skema pendanaan Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
"Air bersih itu sebenarnya juga mirip seperti listrik yang penyediaannya diatur oleh pemerintah. Pembangkit listrik itu bisa saja dibangun oleh swasta. Jaringannya untuk menyalurkan listrik dibiayai oleh negara melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Jadi ada pembagian beban antara pemerintah dan swasta," ujar dia di Jakarta, Selasa (26/2/2019).
Dalam APBN 2019, lanjut dia, pemerintah telah menetapkan keterlibatan BUMN dan swastadalam menjalankan pembangunan infrastruktur, baik pembiayaan maupun pengerjaannya.
"Keterlibatan swasta diperlukan karena adanya selisih pendanaan (funding gap), akibat keterbatasan kemampuan APBN dalam membiayai pembangunan insfratruktur," kata dia.
Advertisement