Ekonom Indef Beberkan Berbagai Dampak Positif Fintech di Indonesia

Fari 99 perusahaan fintech lending yang saat ini telah terdaftar di OJK, potensi sumbangan terhadap PDB cukup signifikan.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Mar 2019, 20:12 WIB
Ilustrasi Fintech. Dok: edgeverve.com

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda mengatakan bahwa financial technology (fintech), khususnya fintech lending memang merupakan salah satu sektor yang punya potensi besar bagi ekonomi Indonesia.

Menurut dia, dari 99 perusahaan fintech lending yang saat ini telah terdaftar di OJK, potensi sumbangan terhadap PDB cukup signifikan, yakni Rp 25,97 triliun.

"Penciptaan lapangan kerja baru juga signifikan dengan adanya penambahan tenaga kerja sebesar 215.443 orang," kata dia dalam diskusi, di Jakarta, Jumat (3/1/2019).

Karena itu, yang harus dilakukan pemerintah adalah menjaga agar ekosistem dan iklim bisnis fintech tetap terjaga kondusif.

"Memang ada ilegal yang merugikan masyarakat namun ada pula yang memberikan manfaat bagi masyarakat," ujarnya.

Hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk mendorong pengembangan bisnis fintech salah satunya dengan menekan operasi fintech ilegal. Pemerintah juga diharapkan dapat terus memberikan informasi terkait perkembangan fintech agar masyarakat maupun investor dapat membedakan antara fintech yang resmi dan yang tak resmi.

"Kalau fintech ilegal dibiarkan maka akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap fintech secara umum, beri pemahaman kepada masyarakat ada kok yang legal," ungkapnya.

"Kalau investor tidak tahu yang ilegal itu apa saja. Kan akan sangat merugikan sekali," imbuhnya.

Sementara dari sisi sektor perbankan, kata dia, kehadiran fintech dapat diterima sebagai rekan untuk berkolaborasi, bukan sebagai hal yang mengancam bisnis perbankan.

"Perbankan juga bisa naik mereka bukan bersaing tapi berkolaborasi. Nggak seharusnya di adu. Tapi disarankan melakukan kolaborasi," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Medeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Morgan Stanley: Fintech Pimpin Pasar Pembayaran Digital di RI

Ilustrasi fintech. Dok: sbs.ox.ac.uk

Pemakaian pembayaran digital makin pesat selama dua tahun terakhir di Indonesia. Hal itu mendorong Indonesia lebih dekat ke China dan India dalam ekonomi digital.

Hal disebutkan dalam laporan Morgan Stanley bertajuk financial technology (fintech) terus pimpin pasar pembayaran digital yang disusun oleh Analis Morgan Stanley Mulya Chandra dan Yulinda Hartanto, seperti dikutip pada Kamis (21/2/2019).

Dalam laporan itu menunjukkan Indonesia berada empat tahun di belakang India untuk pangsa pasar pembayaran digital. Pembayaran digital Indonesia yaitu dari transaksi nontunai melompat dari 1,3 persen pada 2016 menjadi 2,1 persen pada 2017. Kemudian 7,3 persen pada 2018. 

Hal ini menempatkan Indonesia pada tingkat yang sama dengan India. Pangsa pasar pembayaran digital di India bergerak dari 6,4 persen pada 2014 hingga menjadi 10,9 persen pada 2015.

Dibandingkan China, Indonesia berda tiga tahun di belakang negara itu dalam penetrasi smartphone. Penetrasi ponsel pintar naik dari 28 persen pada 2014 menjadi 54 persen pada 2017. Jumlah ini sama dengan China sebesar 52 persen pada 2017, dan dua kali lipat dari India pada 2017.

Lonjakan pertumbuhan uang elektronik mirip dengan China pada tiga tahun lalu.  Biasanya adopsi revolusioner ditandai dengan lonjakan nilai transaksi. Ini ditunjukkan di Indonesia dengan pertumbuhan 381 persen pada 2018. Kondisi itu mirip China pada 2016.

Indonesia juga memiliki populasi yang tidak memiliki rekening bank lebih tinggi dari India dan China. Bank Dunia menyatakan Indonesia  masih memiliki 51 persen populasi yang tidak memiliki rekening bank pada 2017. Angka ini jauh lebih tinggi dari India dan China, kedua negara itu memiliki populasi 20 persen pada 2017.

Selain itu, Morgan Stanley menyebutkan pembayaran digital dari e-commerce masih tertinggal dari fintech. Secara kelompok, 90 persen responden menggunakan fintech e-wallet dan hanya 35 persen menggunakan e-commerce.

Pola penggunaan pembayaran digital di Indonesia pun berbeda dengan China dan India. Survei menunjukkan kalau penggunaan pembayaran digital di Indonesia untuk transportasi, pemesanan makanan online dan mobile. Sedangkan di China dan India, pembayaran digital untuk belanja online.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya