Liputan6.com, Mamasa Tim penyidik bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulwesi Selatan terus menggenjot perampungan berkas perkara kasus dugaan korupsi pengadaan 1 juta bibit kopi di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat (Sulbar).
"Sembari menunggu audit BPKP Sulsel, tim saat ini berupaya fokus perampungan berkas perkara," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Salahuddin saat ditemui di ruangan kerjanya, Senin (4/3/2019).
Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan 1 juta bibit kopi di Kabupaten Mamasa, Sulbar tersebut, tim penyidik menetapkan seorang pejabat Pemerintah Daerah (Pemda) Mamasa, Sulawesi Barat (Sulbar) sebagai tersangka. Ia berinisial N.
"N tersebut berperan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)," terang Salahuddin.
Baca Juga
Advertisement
Kegiatan pengadaan 1 juta bibit kopi di Kabupaten Mamasa, Sulbar pada tahun 2015 yang dimenangkan oleh PT. Surpin Raya diduga mengadakan bibit yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang tertera dalam dokumen lelang.
Dalam dokumen lelang disebutkan pengadaan bibit kopi menggunakan anggaran senilai Rp 9 miliar dan juga disebutkan bahwa bibit kopi unggul harus berasal dari uji laboratorium dengan spesifikasi Somatic Embrio (SE).
Namun dari 1 juta bibit kopi yang didatangkan dari Jember tersebut, terdapat sekitar 500 ribu bibit kopi yang diduga dari hasil stek batang pucuk kopi yang dikemas di dalam plastik dan dikumpulkan di daerah Sumarorong, Kabupaten Mamasa, Sulbar.
Biaya produksi dari bibit labolatorium diketahui berkisar Rp 4.000 sedangkan biaya produksi yang bukan dari laboratorium atau hasil stek tersebut hanya Rp 1.000. Sehingga terjadi selisih harga yang lumayan besar.
Dari hasil penyidikan yang dilakukan penyidik Pidsus Kejati Sulsel, pihak rekanan dalam hal ini PT. Surpin Raya diduga mengambil bibit dari pusat penelitian kopi dan kakao (PUSLITKOKA) Jember sebagai penjamin suplai dan bibit. Diduga bibit dari Puslitkoka tersebut merupakan hasil dari stek.
Saksikan video pilihan di bawah ini: