Kemacetan Bikin Rugi Rp 65 T, Pemerintah Mau Transportasi Jabodetabek Terintegrasi

Salah satu masalah yang dihadapi di Jakarta dan kota penyanggahnya, seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi adalah kemacetan.

oleh Arief Aszhari diperbarui 04 Mar 2019, 18:10 WIB
Kepadatan kendaraan saat sore menjelang malam di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (3/3). Produsen GPS, TomTom merilis daftar kota dengan kemacetan terparah di dunia dan Jakarta menempati posisi ketiga. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Salah satu masalah yang dihadapi di Jakarta dan kota penyanggahnya, seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi adalah kemacetan. Bahkan, masalah ini diklaim menimbulkan kerugian ekonomis yang sangat besar, yaitu mencapai Rp 65 triliun.

Untuk mengatasi hal tersebut, muncul wacana untuk mengintegrasikan pengelolaan transportasi di wilayah tersebut, melalui pembentukan Badan Otoritas Transportasi Jabodetabek.

Sejatinya, solusi ini muncul saat rapat terbatas terkait pengelolaan transportasi Jabodetabek yang digelar di Kantor Presiden, 8 Januari 2019, yang diikuti kementerian terkait, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, dan Gubernur Banten, Wahidin Halim

"Sebagian besar dari perjalanan masyarakat menggunakan kendaraan pribadi. Dan kurang lebih dari kendaraan pribadi ini, kendala paling besar pengguna mobil dan motor," jelas Iskandar Abubakar, Ketua Dewan Traansportasi Kota Provinsi DKI Jakarta dalam Focus Group Discussion (FGD) Pembentukan Badan Otoritas Transportasi Jabodetabek, di Aula Dinas Perumahan Rakyat dan kawasan Pemukiman Provinsi DKI Jakarta, Senin (4/3/2019).

Lanjutnya, jika melihat di kota-kota besar di dunia, masyarakat bergerak sudah menggunakan transportasi umum dengan skala yang tinggi, sekitar 80 persen. Namun, jika melihat di Jakarta, hanya 24 persen yang menggunakan transportasi umum.

"Jadi, harus ada langkah untuk meningkatkan penggunaan transportasi umum. Dua minggu lalu, saya bersama Gubernur DKI Jakarta, ia menargetkan penggunaan angkutan umum sebesar 75 persen pada 2030. Sedangkan BPTJ mencanangkan modal share angkutan umum 60 persen pada 2030," tegasnya.

 


Selanjutnya

Namun, jika pemerintah tidak bekerja dengan sangat keras, rencana 60 persen ini tidak akan tercapai. Pasalnya, situasi lalu lintas saat ini sudah mencapai titik kejenuhan, dan kalau tidak ada langkah yang cepat, maka akan didapatkan kota yang tidak efisien.

"Semakin tidak efisien kota, maka cost akan meningkat, kerugian ekonomi dari kemacetan itu luar biasa. Oleh karena itu, hal ini dilihat oleh Presiden, dan dianggap perlu membentuk badan otoritas Transportasi Jabodetabek. Kita memang sudah memiliki BPTJ, tapi belum bisa berbuat banyak karena baru terbentuk tiga tahun," tambahnya.

Secara umum, aspek kebijakan integrasi transportasi sebenarnya mulai dikerjakan dengan baik oleh BPTJ. Dalam aspek tertentu, integrasi dengan melibatkan Pemda di Jabodetabek, operator jalan tol, serta pihak kepolisian, dan Ditjen Hubdat antara lain dengan menggagas dan mengoperasikan one ticketing system.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya