20 Persen Pelumas yang Beredar di Pasaran Belum Penuhi SNI

Mulai September 2019, seluruh produk pelumas yang beredar di Indonesia wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

oleh Septian Deny diperbarui 04 Mar 2019, 19:46 WIB
Pekerja saat memproduksi oli pelumas di Jakarta, Selasa (8/12). Pertamina melalui anak usahanya PT Pertamina Lubricants mengoperasikan Production Unit Jakarta (PUJ) pabrik pelumas terintegrasi terbesar di Asia Tenggara. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Pelumas Indonesia (Maspi) mendukung langkah pemerintah mewajibkan setiap produk pelumas yang beredar memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI). Hal ini guna melindungi konsumen dari produk-produk pelumas dengan kualitas yang rendah.

Ketua Bidang Program Maspi Muwardi mengatakan, saat ini sekitar 20 persen pelumas yang beredar di pasaran belum memenuhi ketentuan SNI. Produk-produk ini kerap dikeluhkan konsumen lantaran membuat kendaraannya cepat rusak.

Sementara itu, konsumen sendiri masih banyak yang belum bisa membedakan produk pelumas dengan berkualitas baik dengan yang kualitasnya rendah alias abal-abal.

"Konsumsi pelumas (otomotif) di Indonesia kurang lebih 1 juta kiloliter per tahun. (20 persen abal-abal) Kurang lebih begitu. ‎(Asalnya dari impor dan lokal) Sama, dua-duanya. 10 persen (impor), 10 persen (lokal)," ujar dia di kawasan Kuningan, Jakarta, Senin (4/3/2019).

"Karena kalau satu perizinan kan enggak disurvei ke pabrik hanya lokal saja, kalau pabrik di Amerika, Singapura, kita enggak tahu," lanjut Muwardi.

Menurut dia, ada beragam alasan pelumas tanpa SNI ini masih beredar di Indonesia. Salah satunya lantaran harga jual yang murah sehingga kerap dijadikan pilihan bagi masyarakat dengan harapan bisa lebih menghemat pengeluarannya.

"Iya pasti (harga lebih murah) dan margin (yang lebih besar) untuk bengkel-bengkel (yang menjual pelumas non-SNI) juga jadi daya tarik," kata dia.

Dengan adanya aturan yang mewajibkan pelumas yang beredar di masyarakat memiliki SNI mulai September 2019 mendatang, diharapkan peredaran pelumas berkualitas rendah bisa berkurang hingga 15 persen. Selain itu, juga diharapkan bisa mendorong agar produsen pelumas asing untuk berinvestasi membangun pabriknya di Indonesia.

"10 persen-15 persen sudah bagus banget untuk tahun pertama ini.‎ Dengan SNI, (penegakkan hukum untuk pelumas abal-abal) menjadi kuat. Konsumen bisa lapor kantor polisi, polisi bisa tindak langsung," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Mulai September 2019, Seluruh Pelumas yang Beredar Wajib Ber-SNI

Pekerja merapikan oli pelumas di Production Unit Jakarta (PUJ) PT Pertamina Lubricants, Jakarta, Selasa (8/12). Fasilitas produksi ini diantaranya terdiri dari Lube Oil Blending Plant dengan kapasitas 270 juta liter per tahun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Untuk diketahui, Mulai September 2019, seluruh produk pelumas yang beredar di Indonesia wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Pelumas Secara Wajib.

Ketua Bidang Pengembangan Asosiasi Pelumas Indonesia (Aspelindo), Andria Nusa mengatakan, pihaknya sangat mendukung pemberlakuan kewajiban SNI.

Bahkan anggota Aspelindo yang justru mendorong agar pelumas yang beredar di pasaran memenuhi standar tersebut.

"Aspelindo sangat-sangat mendukung, bahkan kita sudah berjuang sejak 2004. SNI pelumas ini sudah dikeluarkan oleh BSN (Badan Standardisasi Nasional) sejak 2005, tapi masih sukarela. Akhirnya tahun kemarin bulan September diwajibkan oleh pemerintah, dan itu ada masa tenggang 1 tahun berlaku sampai September tahun ini. Nah mulai September tahun ini semua pelumas yang beredar di Indonesia itu wajib ber-SNI," ujar dia di kawasan Kuningan, Jakarta, Senin (4/3/2019). 

Andria menuturkan, kewajiban SNI pada pelumas ini sangat penting. Selain untuk melindungi produk pelumas dalam negeri dari serbuan produk impor, juga guna memberikan kepastian kualitas pelumas bagi konsumen.

"SNI ini tujuan utamanya untuk perlindungan konsumen. Dengan SNI maka pelumas yang beredar lebih terjamin mutunya. Jadi pelumas palsu, pelumas bermutu rendah, kan masih banyak. Ini membuat kerugian dari sisi konsumen karena umur mesin bisa jadi lebih pendek, dalam waktu pendek dia harus ganti mesin, bongkar mesin atau dia jadi tidak optimal, tidak kuat nanjak dan sebagainya. Atau bisa jadi mogok di tengah jalan dan yang dirugikan ini konsumen," ujar dia.

Namun, kewajiban SNI ini baru sebatas pelumas untuk kebutuhan otomotif, seperti untuk mobil dan motor. Andria berharap ke depannya pelumas untuk kebutuhan industri juga diterapkan wajib SNI.‎

"Tapi baru pelumas otomotif, pelumas industrinya belum karena standarnya itu belum lengkap untuk industri, karena industri kan jenis pelumasnya jauh lebih banyak dari otomotif, itu belum lengkap semua, jadi belum diwajibkan. Tapi kita inginnya ini segera diwajibkan," tandas dia.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya