Liputan6.com, Pyongyang - Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un akan mengunjungi Rusia, menurut sekretaris pers presiden Rusia yang tidak berbagi tanggal atau rincian lain tentang rencana lawatan itu.
"Kunjungan semacam itu memang ada dalam agenda," kata Dmitry Peskov. "Kami berharap tanggal dan tempat yang tepat akan ditentukan melalui saluran diplomatik dalam waktu dekat," demikian seperti dilansir Al Jazeera, Selasa (5/3/2019).
Baca Juga
Advertisement
Belum jelas pula rencana lawatan itu akan termasuk tatap muka antara Kim Jong-un dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Namun, mengingat keduanya sama-sama kepala negara, tatap muka itu diperkirakan akan terjadi.
Pengumuman dikeluarkan ketika Kim Jong-un telah kembali ke Pyongyang, menyusul pembicaraan dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Vietnam pekan lalu, di mana kedua pihak gagal mencapai kesepakatan tentang denuklirisasi maupun pengurangan sanksi terhadap Korea Utara.
Pada hari Senin, laporan media Rusia mengatakan anggota kelompok parlemen Negeri Beruang Merah bidang hubungan Rusia dengan Korea Utara akan mengunjungi Pyongyang pada 12 April 2019 mendatang. Tidak jelas apakah lawatan itu menjadi 'pembuka jalan' jelang lawatan Kim Jong-un ke Moskow.
Simak video pilihan berikut:
Korea Selatan Usulkan Dialog Tiga Negara, Plus China dan Rusia
Sementara itu, Korea Selatan telah mengusulkan perundingan tiga arah semi-resmi dengan Amerika Serikat dan Korea Utara saat mereka berusaha untuk mengembalikan diplomasi nuklir kembali ke jalur setelah runtuh pasca-KTT Korut-AS kedua di Hanoi, Vietnam.
Proposal untuk perundingan tersebut datang pada pertemuan Dewan Keamanan Nasional pada hari Senin, dipimpin oleh Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, yang mengatakan itu adalah "prioritas utama" Seoul untuk mencegah mundurnya negosiasi nuklir antara AS dan Korea Utara.
Pada pertemuan itu, Menteri Luar Negeri Korea Selatan Kang Kyung-wha mengatakan pembicaraan yang diusulkan itu, yang dapat mencakup para ahli sipil dari AS dan Korea Selatan, akan membantu menyelesaikan perbedaan tentang berapa banyak pecabutan sanksi yang harus diberikan Washington kepada Korea Utara dengan imbalan langkah-langkah pelucutan nuklir.
"Kita harus melihat apa dan bagaimana AS dan Korea Utara melihat situasi saat ini dan kami akan membuat langkah-langkah mediasi praktis," kata Kang Kyung-wha.
"Kami akan membuat berbagai langkah untuk membuka kembali dialog antara AS dan Korea Utara. Selain itu, kami akan bekerja sama dengan negara-negara yang tertarik dengan masalah ini, seperti China dan Rusia, untuk membuka kembali dialog AS - Korea Utara sesegera mungkin."
Korea Utara dan AS gagal mencapai kesepakatan dalam KTT di Vietnam setelah keduanya tidak menyetujui usulan yang diajukan oleh masing-masing pihak.
Kim Jong-un ingin agar AS mencabut sejumlah sanksi signifikan yang diterapkan kepada Korea Utara dengan tawaran bahwa Pyongyang akan menutup fasilitas nuklirnya di Yongbyon.
Di sisi lain, Donald Trump ingin agar Korut melucuti semua persenjataan dan fasilitas pengembangan nuklirnya, dengan imbalan AS akan mencabut sanksinya kepada negara tertutup itu.
Namun, keduanya tidak mencapai titik temu. Mereka meninggalkan Hanoi tanpa menyetujui kesepakatan apapun serta menjadikan dialog perdamaian menjadi berjalan di tempat sejak keduanya terakhir kali bertemu di Singapura pada Juni 2018.
Sementara itu, pemantau nuklir dunia meyakini bahwa Korea Utara memiliki situs-situs lain selain di Yongbyon yang memproduksi uranium tingkat senjata yang tersembunyi di seluruh negeri.
Advertisement