Liputan6.com, Jakarta - Tahukah Anda bahwa jam paling akurat di dunia berjalan dengan kecepatan stabil dan hanya bisa kacau sekitar 1 detik setiap 300 juta tahun?
Tetapi di satu sisi, otak manusia mengambil detik-detik ritmis itu dan membuat waktunya sendiri. Lalu mengapa otak tidak bisa menyesuaikan diri terhadap perubahan waktu seperti itu? Dengan kata lain, mengapa waktu terasa berjalan begitu cepat ketika kita bahagia, dan seolah melambat ketika kita dirundung bosan?
"Cara otak mempersepsikan waktu tergantung pada ekspektasinya. Otak dapat mewakili probabilitas bahwa sesuatu akan terjadi, mengingat apa yang belum terjadi," kata Dr. Michael Shadlen, seorang ahli saraf di Columbia University Irving Medical Center, New York City.
"Setiap pemikiran memiliki berbagai horison (batas persepsi mental, pengalaman, atau minat seseorang)," imbuh Shadlen kepada Live Science yang dikutip pada Selasa (5/3/2019). Dalam sebuah buku, misalnya, horison terletak di akhir setiap suku kata, akhir setiap kata, akhir kalimat berikutnya dan seterusnya. Waktu bergerak sesuai dengan bagaimana kita mengantisipasi horison ini.
Baca Juga
Advertisement
Ketika kita benar-benar asyik dengan sesuatu, otak mengantisipasi "gambaran besar" dan melihat dua horison: dekat dan jauh, yang membuat waktu terasa bergerak cepat. Tetapi ketika kita jenuh, maka otak kita akan mengantisipasi horison yang lebih dekat --seperti akhir kalimat, bukan akhir cerita pada sebuah buku. Horison ini tidak bersatu secara keseluruhan. Oleh karenanya, waktu bergerak merangkak.
Tidak ada satu titik pun di otak yang bertanggung jawab atas cara kita menilai waktu dengan cara ini. "Sebaliknya, setiap area yang menimbulkan pemikiran dan kesadaran, kemungkinan terlibat dalam tugas ini," Shadlen menjelaskan.
"Hampir pasti ada banyak mekanisme pengaturan waktu di otak," tambah Joe Paton, seorang ilmuwan saraf di Champalimaud Foundation, sebuah yayasan penelitian biomedis swasta di Portugal. Namun, mekanisme waktu subyektif ini tidak ada hubungannya dengan ritme sirkadian, atau cara tubuh manusia berkaitan dengan rotasi planet -- 24 jam dalam sehari.
Satu mekanisme melibatkan kecepatan di mana sel-sel otak saling mengaktifkan satu sama lain dan membentuk jaringan ketika Anda melakukan suatu kegiatan. Semakin cepat jalur neuron itu terbentuk, maka kian cepat pula kita memahami waktu.
Mekanisme lain melibatkan bahan kimia di otak. Dengan menggunakan tikus percobaan, Paton dan rekan-rekannya menemukan bahwa satu set neuron yang melepaskan dopamin --neurotransmitter yang terbentuk di otak dan berfungsi menghantarkan sinyal atau rangsangan antar sel saraf atau antara sel saraf dengan sel lainnya-- berdampak pada cara otak memandang waktu
Ketika kita bahagia atau bersenang-senang, sel-sel ini menjadi lebih aktif, mereka melepaskan banyak dopamin dan otak kita menganggap menganggap bahwa waktu yang berlalu lebih sedikit daripada waktu yang sesungguhnya.
Ketika Anda sedih, bosan atau frsutasi, maka sel-sel ini tidak melepaskan banyak dopamin, dan waktu tampak melambat. Belum diketahui mengapa otak kita tidak akurat secara metodis saat melacak waktu, tetapi organ ini unggul dalam evolusi.
"Hidup adalah semacam rangkaian keputusan yang harus saya tinggal atau yang harus saya jalani," ujar Paton kepada Live Science. Perasaan seperti ini bahkan dapat membantu hewan untuk memutuskan momen yang menyenangkan jika tinggal di suatu tempat.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Terpaut dengan Kenangan Masa Lampau
Tetapi di satu sisi, ketika Anda melihat ke masa lalu, durasi yang dirasakan dari sebuah peristiwa akan melibatkan cara otak dalam memetakan ingatan. Demikian menurut Dr. David Eagleman, seorang profesor psikologi pembantu, kesehatan mental publik dan ilmu kependudukan di Stanford University.
Jaringan neuron yang mengkode memori baru cenderung lebih padat daripada jaringan untuk sesuatu yang bukan baru (novel). Ketika kita melihat ke belakang, jaringan yang lebih padat tersebut membuat seolah-olah memori itu bertahan lebih lama.
Selain itu, waktu tampaknya juga berlalu semakin cepat seiring bertambahnya usia. Saat kita masih kanak-kanak, semuanya tampak baru dan dengan demikian, otak kita menempatkan jaringan yang padat untuk mengingat peristiwa dan pengalaman tersebut.
Namun, ketika orang dewasa, kita telah mampu melihat lebih banyak objek, jadi peristiwa ini tidak mendorong terciptanya kenangan semacam itu.
Advertisement