Liputan6.com, Jakarta Wajah Athiyatul Maula, pasien yang menderita penyakit langka terlihat tenang dalam gendongan sang ayah. Sambil mengenakan pakaian berwarna merah jambu, Athiya, begitu dia dipanggi, sangat nyenyak tertidur. Padahal, suasana Function Hall Graha Dirgantara ramai dengan tamu undangan.
Di balik wajah manis bocah perempuan berusia 2 tahun 4 bulan tersirat bagaimana ia bertahan hidup dengan penyakit Gaucher. Gaucher merupakan penyakit langka kekurangan enzim yang berfungsi memecah lemak pada tubuh. Ketika tubuh tidak menghasilkan jumlah enzim tertentu, maka lemak akan menumpuk pada sel lysosomes. Proses ini membuat sel semakin besar.
Baca Juga
Advertisement
Sel besar itulah yang disebut sel Gaucher. Sel Gaucher ditemukan di limpa, hati, dan sumsum tulang. Gejala yang dialami pasien berbeda-beda. Dalam beberapa kasus, gejala bisa terdeteksi sedari lahir, namun ada yang baru muncul beberapa tahun kemudian.
Athiya didiagnosis menderita penyakit langka Gaucher pada Desember 2017. Menurut penuturan Amin Mahmudah (37), sang ibu, kondisi Athiya sudah mulai dicuriga saat perutnya kembung semakin membesar. Ketika diraba, bagian perut sebelah kiri dan kanan terasa sangat keras. Kecurigaan ini serupa seperti yang dialami almarhum kakak Athiya, Sukron, yang juga menderita Gaucher. Sayangnya, diagnosis Sukron terlambat. Sebelum didiagnosis Gaucher, Sukron didiagnosis bermacam-macam penyakit.
Pernah didiagnosis liver. Setelah cek limpa memang membesar, tapi bukan tepat mengarah pada penyakit liver. Sukron juga pernah didiagnosis thalasemia--penyakit kelainan darah yang diakibatkan oleh faktor genetika dan menyebabkan protein yang ada di dalam sel darah merah (hemoglobin) tidak berfungsi secara normal. Sayangnya, leukemia juga bukan.
Amin menceritakan, Sukron pernah diperiksa kolesterol dan tiroid, tapi hasilnya negatif. Pada usia 1 tahun 14 bulan, Sukron baru mendapat diagnosis Graucher pada Januari 2015. Sayangnya, sebulan setelah diagnosis, ia meninggal dunia. Sukron pun belum sempat mendapatkan perawatan
“Kalau untuk Athiya, diagnosisnya langsung ketemu. Untuk diagnosis Gaucher membutuhkan pemahaman dokter spesialis anak. Kecurigaan dokter mengarah sama dengan (kondisi) almarhum kakaknya. Keluhannya sama, perut Athiya kembung dan tidak sembuh-sembuh,” ucap Amin saat diwawancarai usai konferensi pers Hari Penyakit Langka Sedunia di Graha Dirgantara, Jakarta, ditulis Selasa, 5 Maret 2019.
Selain perut kembung, tidak sembuh-sembuh, gejala keanehan Gaucher, yakni anak cepat lelah seakan tidak ada tenaga. Ketika dokter belum tepat memberikan diagnosis Gaucher, pemberian vitamin yang terus menerus tidak membantu meringankan penyakit langka itu sama sekali.
Saksikan video menarik berikut ini:
Harus menunggu 9 bulan
Tantangan dan harapan pasien penyakit langka pun saat mencari kepastian diagnosis. Demi mencari diagnosis penyakit yang diderita Athiya, Amin, yang tinggal di Jambi harus bertolak ke Jakarta. Di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, Athiya yang merupakan anak ketiga didiagnosis Gaucher dan perlu menjalani serangkaian pemeriksaan juga perawatan.
Untuk mendapatkan pemeriksaan, Athiya menjalani tes sumsum tulang (bone marrow puncture (BMP)--tes untuk mengambil dan memeriksa sel darah yang ada di sumsum tulang.
sementara ini orantua tidak diperiksa, yang diperiksa anak. Ada juga pemeriksaan tulang untuk menunjukkan, kondisi tulang, tes hematologi (sel darah, hemoglobin, protein) dan lainnya. Tes ini untuk melengkapi data kesehatan.
Berharap sang anak mendapatkan pengobatan segera, pada Januari 2018, Amin minta pengajuan permohonan obat. Sayangnya, obatnya untuk Gaucher sedang tidak ada. Alhasil, Athiya membutuhkan waktu 9 bulan (dari Januari sampai Oktober 2018) untuk ditangani menggunakan obat.
“Selama menunggu obat (sampai Oktober 2018), dari RSCM tidak diberikan obat apapun, kecuali susu. Susu untuk membantu berat badan naik. Karena berat badan Athiya untuk usianya yang hampir 2 tahun waktu itu sangat kurang, yakni 8 kg,” tutur Amin dengan mata berkaca-kaca.
Penyakit langka Gaucher memang bersifat genetik. Namun, Amin menyampaikan, baik keluarga dirinya dan suami tidak ada yang satupun yang mengalami penyakit Gaucher. Yang menderita penyakit langka Gaucher hanya Sukron dan Athiya saja.
Amin dan suami dikaruniai empat anak. Sukron adalah anak kedua, Athiya anak ketiga. Sementara itu, kakak sulung (10) dan adik Athiya (5 bulan) sehat dan tidak mengalami gejala adanya Gaucher. Amin merasa lega dengan dua anak lainnya yang sehat. Hal ini menjadikan ia dan suami fokus terhadap perawatan Athiya di Jakarta.
Advertisement
Tanggung jawab antara Jambi dan Jakarta
Tidak mudah bagi Amin dan suami merawat Athiya. Mereka harus berbagi tugas mengurus anak dan bekerja, siapa yang tinggal di Jambi dan Jakarta. Pembagian tugas pun ditetapkan. Selama menjalani perawatan, Athiya ditemani sang ayah, sedangkan ibunya bertanggung jawab mengurus kakak sulung dan adik bungsunya di Jambi.
Tinggal di daerah transmigrasi, tepatnya Kabupaten Bungo, Jambi, Amin berprofesi sebagai guru di Madrasah Tsanawiyah (MTs). Sang suami sehari-hari mengajar ngaji tiap sore. Demi Athiya yang harus sehat. Amin dan suami berbagi tugas.
“Saya di sana (Jambi) merawat si kecil dan si sulung. Apalagi si sulung kan sekolah. Sementara itu, ayahnya di sini (Jakarta) berdua saja sama Athiya. Sedih saya. Tidak tega karena harus meninggalkan mereka berdua saja di sini. Tapi mau gimana lagi,” ungkap Amin dengan wajah sendu.
Ia belum bisa merencanakan sepenuhnya pindah ke Jakarta. Pertimbangan pekerjaan di Jambi dan faktor keluarga di sana juga harus dipikirkan matang. Akhirnya, untuk sementara ini, suami Amin mengorbankan pekerjaan dan menemani Athiya di Jakarta. Athiya menjalankan terapi setiap dua minggu sekali.
Berkat kesabaran menemani perawatan penyakit langka Gaucher Athiya, kemajuan terlihat jelas. Ketika awal diagnosis penyakit Gaucher, Athiya belum bisa jalan dan perkembangan agak lambat. Setelah mendapatkan terapi, wajahnya jadi ceria. Ia menjadi anak yang lebih kuat.
Kemajuan juga terlihat dari pergaulan sosial Athiya. Pada awalnya, bocah perempuan itu tidak mau bergaul dnegan siapapun, kecuali dia sangat mengenalnya. Setiap jail bertemu orang baru, dia akan menangis. Kini bertemu langsung dengan orang baru, Athiya tidak menangis.
Naik sepeda roda tiga
Yang paling membuat kaget Amina adalah keinginan Athiya mau naik sepeda roda tiga. Ada keberanian naik sepeda. Sebelumnya, ia dulu takut jatuh. Tiap kali jalan kaki saja terjatuh. Pun begitu dengan berdiri saja, Athiya mudah terjatuh. Usai mendapatkan terapi, Athiya dapat berjalan kokoh, tidak mudah terjatuh.
“Sekarang dia bisa berlari, naik sepeda. Walaupun belum bisa mengayuh dengan sempurna, setidaknya dia sudah mau naik sepeda dan berani. Perutnya sekarang juga sudah kendur. Dulu perutnya besar, mengkilap, dan sangat keras,” Amin tersenyum.
Penanganan Gaucher yang didera Athiya termasuk mendapatkan enzim untuk meningkatkan perkembangan motorik. Tak hanya sudah bisa berjalan dan berlari, Athiya sudah bisa mengucapkan kata-kata singkat. Kata-kata seperti ‘Adikku’ atau ‘Ayahku’ sudah terlontar dari mulut manisnya.
“Sekarang, kemajuan Athiya pesat setelah mendapatkan enzim. Ada satu-dua kata terucap. Meski tidak sengaja kemarin terucap, ‘Adikku, Ayahku, Ayo!’ Dia paling hapal itu ‘Ayo!’ tutur Amin sambil tersenyum.
Yang mendengar Athiya berucap seperti itu takjub semua. Selama ini, Athiya belum pernah mengucapkan kata-kata singkat. Perlahan-lahan Athiya berjalan umur 19 bulan. Ketika Athiya sudah berjalan, Amin sangat bersyukur.
“Akhirnya, kau jalan juga ya Nak. Proses berjalan sudah terlihat pada umur 15 bulan. Tidak tahunya, umur 19 bulan langsung bisa jalan. Rasanya jadi sejuk. Mudah-mudahan untuk selanjutnya dia bisa berkembang,” harap Amin.
Athiya masih menjalani perawatan. Yang dikeluhkan sekarang adalah amandel lebih besar sehingga ia harus bernapas dari mulut. Untuk makan tidak ada pantangan. Namun, makan agak susah ditebak. Terkadang makan sedikit. Meski begitu orangtua berupaya menyiapkan makanan.
Yang tak boleh terlupa adalah susu. Kalau lambat minum susu, tubuh Athiya jadi lemah. Susu pun termasuk susu untuk diet khusus. Susu yang diminum Athiya diproduksi di dalam negeri, tapi tidak dijual di pasaran. Untuk mendapatkan susu tersebut, perlu persetujuan dokter. Butuh 12 kaleng sebulan, yang mana satu kaleng untuk dua hari.
Advertisement