Liputan6.com, Jakarta Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adinegara mendukung rencana pengenaan tarif dan cukai kantong plastik. Kebijakan ini dinilai bisa mengurangi pemakaian kantong plastik yang kerap merusak lingkungan.
Langkah ini juga dipandang penting karena Indonesia termasuk ke dalam tiga negara teratas penyumbang sampah plastik di lautan.
"Dampak plastik untuk lingkungan perlu dikendalikan. (Aturan) ini bentuk edukasi juga ke masyarakat biar lebih berhemat dalam konsumsi plastik," ujar dia kepada Liputan6.com, Selasa (5/3/2019).
Baca Juga
Advertisement
Keputusan terkait kantong plastik ini mulanya diinisiasi oleh Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) yang memungut biaya atas penggunaannya. Langkah itu kemudian dilanjutkan oleh pemerintah yang berencana menerapkan cukai plastik pada tahun ini.
Menanggapi hal tersebut, Bhima pun sependapat agar konsumsi plastik turut dikenai cukai. Dia mengatakan, pengenaan cukai plastik ini bisa dihitung dalam satuan kilogram (kg).
"Satuan kena cukainya nanti per kg. Antara Rp 4.000-Rp 5.000 per kg," sebut dia.
Sebagai perbandingan, Bhima berkaca pada pengenaan tarif bagi kantong plastik di sejumlah negara seperti Irlandia dan Denmark. Seperti di Irlandia, ketika pada 2011 pemerintah setempat menetapkan penyesuaian tarif retribusi satu tahun sekali dengan membatasi konsumsi kantong plastik per orang sebesar 21 pemakaian dengan harga jual EUR 0,70.
Sebelumnya, Pemerintah Irlandia pun mengenakan tarif sebesar EUR 0,15 dan berhasil mengurangi konsumsi kantong plastik hingga 90 persen.
Sementara di Denmark, pemerintah setempat mulai mengenakan pajak pada produsen kantong plastik dan kertas pada 1994. Tarif yang dikenakan berkisar 22 kroner atau setara 4 dollar AS (USD) per kg kantong plastik, sedikit lebih tinggi dari harga asli sebesar 20 kroner.
Produsen kantong plastik kemudian membebankan pada pedagang dan konsumen akhir. Masyarakat umumnya membayar 2-3,5 kroner atau setara 31-65 sen per kantong, yang mungkin menjadi harga termahal di dunia.
Hasilnya, ketika diterapkan pungutan cukai, konsumsi kantong plastik turun hingga 60 persen."Kedua negara itu yang jadi benchmark (penerapan kantong plastik berbayar)," cetus Bhima.
Kemenkeu Pastikan Aturan Cukai Plastik Segera Rampung
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Heru Pambudi, menyatakan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai penerapan cukai plastik dapat segera selesai pada tahun ini.
Aturan ini pun dapat dirilis dalam waktu dekat. "(target?) Kalau saya ditanya ya secepat mungkin," ujar dia di Kementerian Kordinator Kemaritiman, Jakarta, Selasa (5/3/2019).
Heru mengatakan, proses penggodokan RPP ini terus berjalan di antara kementerian dan lembaga. Dia pun berharap atururan ini dapat terbit segera mungkin.
Baca Juga
"Proses pematangan koordinasi jalan terus. Itu saja yang bisa saya updet ya. Artinya tidak berhenti jalan terus," imbuh dia.
Sebelumnya, Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan, Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, saat ini aturan cukai plastik masih dibahas antar kementerian dalam bentuk rancangan peraturan pemerintah (RPP).
"Masih menunggu RPP disahkan menjadi PP sebagai dasar hukum pengenaan cukai atas plastik," ujar Nirwala saat dihubungi oleh merdeka.com ditulis Senin (4/3).
"Saya tidak tahu kapan (rampung), karena PP tersebut berkaitan dengan sinkronisasi kepentingan kementerian/lembaga pembina teknis. Di antaranya Kemen Perindustrian, KLHK," sambungnya.
Nirwala melanjutkan, pengenaan cukai plastik memang perlu dilakukan dalam rangka pengendalian konsumsi plastik yang kian meningkat setiap hari. Sehingga, ke depan pengelolaan dan manajemen plastik bisa lebih terarah.
"Dengan kondisi pencemaran lingkungan oleh sampah plastik akhir-akhir ini, yang paling penting kita harus sepakat apakah konsumsi plastik itu perlu dikendalikan? Pengendalian ini dengan tujuan untuk memperkuat manajemen pengelolaan sampah dan manajemen pertumbuhan sampah plastik baru," jelasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement