Liputan6.com, Berlin - Untuk kedua kalinya sejak epidemi global dimulai, seorang pasien terjangkit HIV kembali dilaporkan sembuh dari infeksi virus yang menyebabkan AIDS tersebut. Ia berdomisili di London dan namanya tidak disebutkan demi privasi.
Kedua tonggak tersebut dihasilkan dari transplantasi sumsum tulang yang diberikan kepada mereka. Namun sebenarnya, cara tersebut dimaksudkan untuk mengobati kanker pada pasien, bukan HIV.
Advertisement
Kendati demikian, transplantasi sumsum tulang tidak mungkin menjadi pilihan pengobatan yang realistis dalam waktu dekat. Kini telah tersedia obat-obatan yang aman dikonsumsi untuk mengendalikan HIV, meski tidak bersifat menyembuhkan. Sedangkan transplantasi disebut berisiko, dengan efek samping yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun.
Para peneliti menegaskan, pengobatan untuk HIV mungkin memang ada, meski sulit dan ilmuwan telah menghabiskan waktu selama hampir 12 tahun--dan berkali-kali gagal--untuk terus mengembangkan metode efektif, setelah pasien pertama diketahui telah pulih.
Temuan baru ini akan dipublikasikan pada Selasa pekan depan di jurnal Nature dan untuk menyajikan beberapa rincian pada Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections (CIROI) di Seattle, Washington, Amerika Serikat.
Di depan umum, para ilmuwan menggambarkan kasus ini sebagai remisi jangka panjang. Dalam wawancara, sebagian besar ahli menyebutnya sebagai penyembuhan, dengan peringatan bahwa sulit untuk mengetahui bagaimana mendefinisikan kata tersebut ketika hanya ada dua contoh yang diketahui.
Akan tetapi, mempersenjatai kembali tubuh dengan sel-sel kekebalan yang dimodifikasi serupa untuk melawan HIV mungkin berhasil sebagai perawatan praktis, kata para ahli.
"Laporan ini akan menginspirasi orang-orang bahwa penyembuhan bukanlah sekadar mimpi belaka," kata Dr. Annemarie Wensing, seorang ahli virus di University Medical Center Utrecht di Belanda. Wensing adalah Ketua IciStem, konsorsium ilmuwan Eropa yang mempelajari transplantasi sel induk untuk mengobati HIV. Konsorsium ini didukung oleh AMFAR, organisasi penelitian AIDS Amerika.
Pada konferensi yang sama tahun 2007, seorang dokter Jerman menggambarkan penyembuhan pertama terhadap seorang pria HIV di Berlin, yang kemudian diidentifikasi sebagai Timothy Ray Brown.
Berita itu awalnya tidak banyak mendapat perhatian. Setelah jelas bahwa Brown benar-benar disembuhkan, para ilmuwan mulai menduplikasi hasilnya terhadap pasien kanker lain yang terinfeksi HIV.
Dalam kasus demi kasus, virus penyebab Aids ini mulai datang kembali, sekitar sembilan bulan setelah pasien berhenti minum obat antiretroviral. Ada pula yang meninggal karena kanker. Kegagalan membuat para ilmuwan mendapatkan tanda tanya besar, mungkin penyembuhan terhadap Brown hanya sebuah kebetulan.
Brown menderita leukemia dan setelah kemoterapinya gagal, ia harus menjalani dua transplantasi sumsum tulang. Transplantasi berasal dari donor dengan mutasi pada protein yang disebut CCR5, yang bertumpu pada permukaan sel imun tertentu.
HIV menggunakan protein dalam tubuh manusia untuk memasuki sel-sel itu, tetapi virus inni tidak dapat menempel ke versi yang dimutasi. Brown diberi obat imunosupresif dosis tinggi dari jenis yang tidak lagi digunakan di zaman kini. Ia menderita komplikasi hebat selama berbulan-bulan setelah transplantasi. Ia bahkan sempat koma dan nyaris tewas.
"Dia benar-benar tersiksa oleh seluruh prosedur itu," kata Dr. Steven Deeks, seorang peneliti AIDS di University of California, San Francisco, yang telah merawat Brown. "Jadi, kita selalu bertanya-tanya apakah semua pengkondisian itu, kerusakan parah pada sistem kekebalan tubuhnya, menjelaskan mengapa Brown bisa disembuhkan, sedangkan orang lain tidak demikian."
Cara Penyembuhan yang Sama
Di satu sisi, pasien London pun memberikan kesaksiannya Brown. Ia menderita limfoma Hodgkin dan menerima transplantasi sumsum tulang dari donor dengan mutasi CCR5 pada Mei 2016. Ia juga menerima obat imunosupresif, tetapi perawatannya tidak seintensif Brown, sejalan dengan standar saat ini untuk pasien transplantasi.
Ia berhenti minum obat-obatan anti-HIV pada September 2017, menjadikannya pasien pertama yang bertahan hidup selama lebih dari setahun setelah berhenti meminum obat itu.
"Saya pikir ini sedikit mengubah penerapan metode," kata Dr. Ravindra Gupta, seorang ahli virologi di University College London, yang mempresentasikan temuan itu pada konferensi di Seattle.
Meskipun pasien London tidak separah Brown setelah transplantasi, prosedur sepadan yang diterapkan di keduanya telah berhasil. Transplantasi menghancurkan kanker tanpa efek samping yang berbahaya. Sel-sel imun yang ditransplantasikan, sekarang resisten terhadap HIV, tampaknya telah sepenuhnya menggantikan sel-sel yang rentan.
Kebanyakan orang dengan mutasi yang resisten terhadap HIV, disebut delta 32, adalah keturunan Eropa Utara. IciStem memiliki basis data sekitar 22.000 donor seperti itu.
Sejauh ini, para ilmuwan melacak 38 orang yang terinfeksi HIV yang telah menerima transplantasi sumsum tulang, termasuk enam dari donor tanpa mutasi.
Pasien London berusia 36 tahun, termasuk dalam daftar ini. Satu lagi, berumur 19 tahun dan disebut sebagai "pasien Düsseldorf" juga ada di antaranya. Ia telah berhenti meminum obat-obatan anti-HIV selama empat bulan.
Para ilmuwan telah berulang kali menganalisis darah pasien London untuk mengetahui tanda-tanda virus. Mereka melihat indikasi lemah infeksi berlanjut pada salah satu dari 24 tes, tetapi mengatakan ini mungkin hasil dari kontaminasi dalam sampel.
Tes paling sensitif tidak menemukan virus yang bersirkulasi. Antibodi terhadap HIV masih ada dalam darahnya, tetapi level mereka menurun dari waktu ke waktu, dalam lintasan yang serupa dengan yang terlihat pada Brown.
Tak satu pun dari metode ini menjamin bahwa pasien London selamanya bebas HIV, tetapi kesamaan pemulihan seperti Brown menawarkan alasan kepada para peneliti untuk optimistis, kata Dr. Gupta.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Virus HIV Tipe Lain
Sebagian besar ahli yang mengetahui perinciannya sepakat bahwa kasus baru ini sepertinya adalah pengobatan yang sah. Akan tetapi, beberapa dari mereka tidak yakin relevansinya dengan pengobatan AIDS secara keseluruhan.
Satu kemungkinan, kata Dr. Deeks dan yang lainnya, adalah mengembangkan pendekatan terapi gen untuk melumpuhkan CCR5 pada sel imun atau sel pendahulunya. Tahan terhadap infeksi HIV, sel-sel yang dimodifikasi ini akhirnya harus membersihkan tubuh dari virus.
CCR5 adalah protein yang He Jiankui, seorang ilmuwan di China, mengklaim telah dimodifikasi dengan pengeditan gen pada setidaknya dua anak, dalam upaya untuk membuat mereka tahan terhadap HIV--sebuah percobaan yang memicu kecaman internasional.
Beberapa perusahaan sedang mengejar terapi gen, tetapi belum berhasil. Modifikasi harus menargetkan jumlah sel yang tepat, di tempat yang tepat-- hanya sumsum tulang, misalnya, dan bukan otak--dan hanya gen yang mengarahkan produksi CCR5.
"Ada sejumlah tingkat ketelitian yang harus dicapai," kata Dr. Mike McCune, penasihat senior kesehatan global untuk Bill and Melinda Gates Foundation. "Ada juga kekhawatiran bahwa Anda mungkin melakukan sesuatu yang tidak diinginkan, dan jika demikian Anda mungkin ingin mati saja."
Beberapa tim ahli sedang berfokus pada semua tantangan ini. Akhirnya, mereka mungkin dapat mengembangkan sistem pengiriman virus yang, ketika disuntikkan ke dalam tubuh, mencari semua reseptor CCR5 dan melenyapkannya, atau bahkan sel induk donor yang resisten terhadap HIV tetapi bisa diberikan kepada pasien mana saja.
Satu peringatan penting untuk pendekatan semacam itu adalah bahwa pasien masih akan rentan terhadap bentuk HIV yang disebut X4, yang menggunakan protein berbeda, CXCR4, untuk memasuki sel.
"Metode tadi hanya akan berfungsi jika seseorang memiliki virus yang benar-benar hanya menggunakan CCR5 untuk masuk," papar Dr. Timothy J. Henrich, seorang Spesialis AIDS di University of California, San Francisco.
Setidaknya ada satu kasus yang dilaporkan terjadi pada seseorang yang mendapat transplantasi dari donor delta 32, tetapi kemudian sakit kembali dengan virus X4. Sebagai tindakan pencegahan terhadap X4, Brown meminum pil setiap hari untuk mencegah infeksi HIV menyerangnya lagi.
Advertisement