Liputan6.com, Jakarta - Hari ini, 7 Maret 2019, Google Doodle (logo berubah-ubah pada halaman utama Google) tengah merayakan kelahiran Olga Aleksandrovna Ladyzhenskaya, seorang ahli matematika asal Rusia.
Perempuan jenius kelahiran Kologriv 97 tahun lalu itu dikenal dengan karyanya terkait dinamika fluida dan diferensial parsial. Ia disebut-sebut sebagai pemikir paling berpengaruh pada generasinya.
Banyak orang menaruh perhatian pada sejumlah karya dan prestasi yang diraih Ladyzhenskaya, khususnya lima karya penting yang telah dipublikasikan serta Medali Emas Lemonosov yang ia raih pada 2002. Namun khalayak sering mengesampingkan perjuangan hidup perempuan supercerdas itu.
Baca Juga
Advertisement
Ladyzhenskaya tidak hanya matematikawan, namun ia adalah pemenang atas 'cobaan pribadi dan rintangan hebat' yang membentuknya menjadi cendekiawan besar dengan penemuan yang bermanfaat bagi sesama.
Sang ahli matematika adalah gadis yatim sejak usia 15 tahun. Saat itu, ayahnya merupakan guru matematika keturunan bangsawan yang ditangkap oleh otoritas Soviet. Tidak dijelaskan dengan eksplisit terkait kesalahan atau tindak pidana yang dilakukan beliau, namun singkat cerita sang ayah dihukum mati.
Ladyzhenskaya yang masih belia rela menjadi penjual pakaian, sepatu, dan sabun untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya di berbagai tempat di Rusia (Uni Societ saat itu). Ia hidup dengan Ibu dan saudara perempuannya saat itu, mengutip media Indian Express pada Kamis (7/3/2019).
Ditolak Universitas Idaman
Dengan mengantongi impiannya, sang gadis memberanikan diri mendaftar pada universitas yang diidamkan. Ia memilih Universitas Negeri Leningrad, sebuah lembaga pendidikan tinggi milik negara federal Uni Soviet saat itu yang terletak di Saint Petersburg, Rusia.
Ladyzhenskaya benar-benar ingin menjadi bagian dari universitas tertua dengan kualitas akademik yang sangat baik itu. Fokus universitas dalam bidang sains dan teknologi --juga humaniora, benar-benar sesuai dengan minatnya kala itu.
Sayang, gadis cerdas yang visioner ditolak oleh perguruan tinggi idamannya. Alasannya sepele, karena nama keluarganya. Meskipun Ladyzhenskaya memiliki nilai bagus di sekolah menengah, ia dilarang menempuh pendidikan di Leningrad karena ayahnya disebut sebagai "musuh rakyat".
Simak video pilihan berikut:
Tidak Putus Asa
Ladyzhenskaya tidak akan menjadi ahli matematika jika saat itu memilih untuk menyerah. Segera setelah "pengumuman" itu, ia memutuskan untuk menjadi pengajar siswa sekolah menengah. Ia memilih menjadi guru matematika, terinspirasi oleh ayahnya.
Bertahun-tahun ia menekuni pekerjaannya dengan ikhlas, hingga akhirnya mendapat kesempatan untuk berkuliah di Universitas Negeri Moscow. Siapa sangka perguruan tinggi yang saat ini bernama Lemonov University itu adalah institusi pendidikan yang tak kalah bagus dengan universitas yang diidamkan Ladyzhenskaya sebelumnya. Bahkan menurut QS World University Rankings, Lomonosov University tercatat sebagai peringkat tertinggi dan paling bergengsi di negara bekas Uni Soviet.
Di universitas itu, Ladyzhenskaya muda belajar dengan Ivan Petrovsky, ahli matematika terkenal. Ia berkuliah hingga doktoral dan memperoleh gelar PhD dan menjadi kepala Laboratorium Fisika Matematika di Steklov Mathematical Institute.
Karena keahliannya, ia telah menulis lebih dari 250 jurnal akademik (makalah) dan mendapatkan pengakuan untuk metode-metodenya dalam menyelesaikan persamaan diferensial parsial, khususnya masalah ke-19 Hilbert (Hilbert's 19 problem).
Dia kemudian menjadi presiden asosiasi matematikawan, St. Peterburg Mathematical Society pada 1990.
Dua tahun sebelum meninggal, tepatnya pada tahun 2002 (berusia 79 tahun kala itu), Ladyzhenskaya dianugerahi Medali Emas Lemonosov oleh Russian Academy of Sciences. Penghargaan itu diberikan atas kontribusi yang mengesankan bagi dunia matermatika.
Ladyzhenskaya, matematikawan yang tangguh, menghembuskan nafas terakhirnya pada 12 Januari 2004 pada usia 81 tahun.
Advertisement