Liputan6.com, Jakarta - Anggota Badan Komunikasi DPP Partai Gerindra Andre Rosiade angkat bicara soal aktivis Robertus Robet yang ditangkap polisi karena diduga melakukan ujaran kebencian lantaran mengubah lirik Mars ABRI yang kini menjadi TNI. Menurutnya, Robert tak menghina dan hanya mengkritik lewat lagu.
"Saudara Robertus Robet tuh kalau menurut saya ya tidak punya niat menghina TNI, kan waktu itu konteksnya dia pidato untuk mengkritik rencana dwi fungsi TNI," kata Andre, Kamis (7/3/2019).
Advertisement
Andre menjelaskan, lirik yang diucapkan Robertus Robet adalah lagu yang sering dinyanyikan aktivis pada tahun 1998 - 1998 tanpa bermaksud menghina TNI. Menurutnya, Robert mengingatkan supaya dwifungsi TNI tidak terjadi lagi layaknya dwi fungsi ABRI saat masa orde baru.
"Karena bagi kita sekarang, seluruh rakyat Indonesia, terus terang maksud saya TNI sekarang sudah menjadi institusi yang profesional bagaimana reformasi ini berhasil menjadikan TNI salah satu institusi yang berhasil bertransformasi, ya dari dwi fungsi ABRI waktu itu," tuturnya.
Andre menuturkan, sikap Robertus Robet juga untuk mengingatkan supaya pemerintahan Jokowi tidak menempatkan TNI di jabatan sipil.
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi itu pun mengusulkan supaya pemerintah melalui Panglima TNI memperluas struktur organisasi dan unit tempurnya dibanding menempatkan perwira menengah dan tinggi TNI di jabatan sipil.
Setelahnya, tinggal persetujuan dan diberi anggaran yang cukup untuk membiayai organisasi baru serta penambahan anggaran untuk belanja alat utama sistem senjata (alutsista).
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pemerintah Bantah Kembalikan Dwifungsi TNI
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko membantah ada upaya mengembalikan Dwifungsi TNI melalui Perpres restrukturisasi TNI. Sebelumnya, Jokowi mengatakan akan ada 60 jabatan baru yang bisa diisi oleh perwira tinggi setelah Perpres restrukturisasi TNI diterbitkan.
"Ya enggaklah. Bukan. Hanya dari struktur kan bisa dikenali, jabatan-jabatan mana yang menuju kepada dwifungsi. Ada enggak fungsi sosialnya di TNI? Kan gitu," jelas Moeldoko di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (8/2/2019).
Mantan Panglima TNI ini menegaskan, reformasi internal TNI telah dilakukan. Dengan tujuan secara bertahap TNI meninggalkan peran sosial politik, kemudian memusatkan perhatian kepada tugas pokok pertahanan negara.
Dengan adanya wacana 60 jabatan baru yang bisa diisi oleh perwira tinggi, Moeldoko memastikan tidak akan mengubah esensi reformasi internal TNI.
"Sekarang apakah penambahan 60 orang ini mengubah struktur pada sospolnya? Apakah doktrinnya berubah? Kan enggak. Jadi itu terburu-buru ngomongnya, ngawur," kata dia.
Mengenai wacana penempatan perwira tinggi TNI di sejumlah kementerian, Moeldoko menyebut itu akan dilakukan berdasarkan aturan yang berlaku. Namun, tidak tertutup kemungkinan akan ada perluasan jabatan bagi perwira menengah maupun tinggi TNI.
"Kalau dibutuhkan pada posisi-posisi yang lain, bisa aja," ujar Moeldoko.
Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto juga menegaskan, isu aktifnya kembali dwifungsi TNI adalah omong kosong. Hal itu diungkap dalam acara Silaturahmi dengan Komunitas Perwira Hukum TNI.
"Tak benar bahwa dwifungsi TNI akan seolah bangkit kembali, ini enggak benar. Omong kosong," kata Hadi dalam teks pidatonya yang dibacakan oleh Irjen TNI, Letjen Herindra, di Aula Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (5/3/2019).
Menurut Panglima, aktifnya TNI di segenap kementerian dan lembaga sudah sesuai dengan Pasal 47 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, bahwa prajurit aktif bisa menduduki jabatan pada 10 kantor, yaitu Kemenko Polhukam, Kementerian Pertahanan, Sesmilpres, BIN, Badan Sandi Negara, Lemhanas, Wantannas, Basarnas, BNN, dan Mahkamah Agung.
Reporter: Muhammad Genantan Saputra
Sumber: Merdeka
Advertisement