Liputan6.com, New York - Harga minyak turun satu persen usai data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) yang mengecewakan sehingga meningkatkan kekhawatiran perlambatan ekonomi global dan melemahnya permintaan untuk minyak.
Melonjaknya pasokan minyak AS juga menganggu pasar. Harga minyak berjangka Brent turun 56 sen atau 0,8 persen menjadi USD 65,74 per barel. Harga minyak acuan itu naik satu persen selama sepekan.
Harga minyak berjangka West Texas Intermediate (WTI) melemah 59 sen atau satu persen menjadi USD 56,07 per barel. Namun, harga minyak WTI masih menguat 0,5 persen selama satu pekan.
Baca Juga
Advertisement
Pertumbuhan pekerjaan AS hampir terhenti pada Februari dengan ekonomi hanya menciptakan 20.000 pekerjaan di tengah kontraksinya sentimen gaji dan beberapa sektor lainnya. Laporan data tenaga kerjga juga menyeret wall street bersama harga minyak merosot.
Pasar keuangan juga terpukul setelah komentar pada Kamis dari Presiden Bank Sentral Eropa Mario Draghi. Ia menuturkan, ekonomi Eropa berada dalam periode kelemahan yang berkelanjutan.
"Jika kita melihat bursa saham AS turun, pada akhirnya akan menurunkan harga energi," tutur Brian LaRose, Analis Teknikal United-ICAP, seperti dikutip dari laman Reuters, Sabtu (9/3/2019).
Ekonomi Eropa dan AS melemah seiring pertumbuhan di Asia juga melambat. Ekspor Februari di China turun 21 persen dari tahun sebelumnya. Ini mewakili penurunan terbesar dalam tiga tahun, jauh lebih buruk dari apa yang diperkirakan analis. Impor turun 5,2 persen.
"Kami telah menyaksikan pekan ini menyalakan kembali kekhawatiran tentang pertumbuhan permintaan," kata Gene McGillian, Wakil Presiden Direktur di Tradition Energy Stamford.
Sejauh ini permintaan minyak telah bertahan terutama di China. Impor minyak mentah tetap di atas 10 juta barel per hari. Akan tetapi, perlambatan pertumbuhan ekonomi pada akhirnya dapat mengurangi konsumsi bahan bakar dan menekan harga minyak.
Produksi Minyak AS Meningkat
Di sisi pasokan minyak telah menerima dukungan pada 2019 seiring pengurangan produksi minyak yang dipimpin oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC).
Produksi minyak mentah Arab Saudi pada Februari turun menjadi 10,13 juta barel per hari. Sanksi AS terhadap industri minyak Iran dan Venezuela juga mendukung harga minyak.
Akan tetapi, AS memberi individu dan entitas lebih banyak waktu untuk akhiri kontrak keuangan tertentu dengan perusahaan minyak milik Venezuela.
Sementara itu, produksi minyak mentah AS juga telah meningkat lebih dari dua juta barel per hari sejak 2018 menjadi 12,1 juta barel per hari. Hal itu membuat AS menjadi produsen minyak terbesar di dunia.
Bank investasi Jefferies menuturkan, pertumbuhan produksi AS sebagian besar didorong produksi serpih di darat, yang baru-baru ini didorong investasi Exxon Mobil dan Chevron.
Namun, perusahaan energi AS memangkas jumlah rig minyak yang beroperasi pada pekan ini untuk minggu ketiga berturut-turut ke level terendah dalam 10 bulan. Hal itu berdasarkan laporan perusahaan jasa energi General Electric Co Baker Hughes.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement