Liputan6.com, Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari mengimbau lembaga survei untuk transparan dari segi profil lembaga, metode, sampai pendanaan. Hal itu sebagai pertanggungjawaban atas hasil survei yang disampaikan ke publik.
KPU sendiri tidak memiliki kuasa untuk melakukan kontrol terhadap lembaga survei. Namun, imbauan itu dianggap perlu agar hasil survei yang dipaparkan ke publik bisa dianggap kredibel.
Advertisement
"Lembaga-lembaga survei ini yang paling penting adalah kredibel, kemudian bersedia mempublikasikan tentang profil lembaga survei tersebut, kemudian kalau ada biaya yang digunakan untuk survei itu dari mana? Kemudian, metode seperti apa," ujar Hasyim di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (9/3/2019).
Selain itu, dia menyebut sanksi terhadap lembaga survei abal-abal bisa dilakukan dalam banyak cara dan tak perlu bersifat langsung. Media, misalnya, memiliki peran untuk tidak mempublikasikan lebih luas hasil survei lembaga yang tidak kredibel.
"Ada peran media enggak keluarkan yang aneh-aneh begini," ucap Hasyim.
Dia menyebut survei sebenarnya memiliki peran agar publik tahu perkiraan lebih awal dari hasil pemilu. KPU sendiri menurutnya diuntungkan dengan adanya survei pelaksanaan Pemilu 2019.
"Demikian juga survei tentang seberapa besar masyarakat tahu tentang penyelenggaraan pemilu. Berapa banyak pemilih yang sudah tahu, misalkan coblosan Pilpres dilakukan pada 17 April 2019," jelas Hasyim.
"Kemudian, hasil survei menjadi ukuran bagi KPU. Misalnya sosialisasi KPU masih kurang, misalkan," lanjut Hasyim.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Cara Deteksi Lembaga Survei
Sebelumnya, anggota Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) Hamdi Muluk, menjelaskan cara mendeteksi lembaga yang palsu. Hamdi menyebut cara paling mudah adalah melihat latar belakang orang-orang di balik survei tersebut. Apakah memiliki latar akademik yang memadai.
"Ada begini, dia bikin survei abal-abal. Gampang men-detect abal-abal, lihat apakah orang-orang yang terlibat di situ ada akademik background yang memadai," ujar Hamdi dalam acara diskusi yang sama di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (9/3/2019).
Kedua, masyarakat diimbau melihat bagaimana reputasi sebuah lembaga survei. Misalnya, bisa dilihat apakah lembaga survei itu rutin mengeluarkan beragam hasil sigi, atau pernah sebagai alat kampanye politik.
Ahli psikologi politik Universitas Indonesia itu mencontohkan, ada lembaga survei yang salah merilis hasil hitung cepat pada Pilpres 2014. Adapun yang dimaksud empat lembaga, JSI, Puskaptis, LSN, dan IRC yang memenangkan Prabowo Subianto Hatta Rajasa.
Reporter: Ahda Bayhaqi
Advertisement