Liputan6.com, Aceh - Tindakan spontan seorang polisi merangkap aide de camp (ADC) atau semacam ajudan berbuntut panjang. Anggota pengamanan tertutup (pamtup) ini menjadi tersangka atas dugaan penganiayaan.
Penetapan Aipda AD sebagai tersangka merupakan buntut peristiwa pada Rabu, 20 Februari silam. Kala itu Bupati Aceh Barat, Ramli, Ms, baru saja menghadiri musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) di Kantor Camat Arongan Lambalek.
Tak lama kemudian, sejumlah warga Desa Arongan yang kebetulan mendapat kabar Ramli berada di tempat itu berdatangan. Mereka ingin menagih janji Ramli perihal desa mereka yang direlokasi ke desa lain pascabencana gempa dan tsunami.
Baca Juga
Advertisement
Permintaan ini demi menghindari konflik horizontal antarwarga karena sebagian warga Desa Arongan tinggal di wilayah yang secara administrasi masuk dalam Desa Seuneubok Teungoh. Letak Desa Arongan sebelumnya atau saat ini disebut Arongan Lama berjarak 10 kilometer dari desa relokasi atau disebut Arongan Relokasi.
Ketika hendak menemui Ramli, warga sebelumnya meminta camat memberitahu niat mereka kepada bupati. Belakangan, camat bernama Sabirin mengadukan warga dengan tudingan warga mengamuk dan berniat menggagalkan Musrenbang.
"Pak camat, kalau nanti sudah siap Musrenbang, tolong jumpai kami dengan bupati barang 15 menit saja untuk bilang masalah desa. 'Baik', jawab camat saat itu. Rupanya, camat tidak pernah menyampaikan niat kami kepada bupati," tutur Leo (48), warga Desa Arongan kepada Liputan6.com, akhir pekan kemarin.
Usai Musrenbang, warga Desa Arongan mulai berkerumun di halaman kantor camat. Menurut informasi warga Desa Arongan saat itu berjumlah kurang lebih 10 orang.
Ramli kabarnya enggan menemui dan menjawab secara asal-asalan saja pertanyaan warga. Dia lantas masuk ke dalam mobil dinas dengan kawalan ketat petugas Pamtup.
"Bupati saat itu bilang, 'Arongan sana ya sana, Arongan sini, ya sini'. 'Kenapa begitu pak?' kawan saya bertanya. 'Kalau memang tidak boleh begitu, suka-suka kamulah' kata bupati," Leo mengulang kalimat bupati yang membuat suasana saat itu memanas.
Suasana mulai tidak kondusif sejak warga dari desa lain yang penasaran ikut mengerumuni mobil bupati. Saat itu, Aipda AD mengambil tindakan spontan, diduga memukul bahkan mengacung-acungkan pistol ke warga.
"Kebetulan saat itu, saya duduk terpisah. Saat orang-orang berkerumun. Saya agak jauh. Pengakuan kawan-kawan, dikeluarkan pistol. Diacung-acungkan ke masyarakat," ungkap Leo.
Sehari kemudian, tiga orang warga Desa Arongan, H (47), S (57) dan DG (29), melaporkan Aipda AD ke Polres Aceh Barat. Mereka mengaku telah dipukul dan ditendang Pamtup itu di bagian kepala dan kaki.
Polres Aceh Barat belakangan melucuti senjata api (senpi) jenis revolver milik Aipda AD. Langkah ini diambil karena izin menggunakan senpi belum diperpanjang, serta yang bersangkutan diduga mengarahkan senpi ke warga sipil.
Polisi selanjutnya menetapkan Aipda AD sebagai tersangka dan menjeratnya dengan Pasal 351 juncto Pasal 352 KUHPidana tentang penganiayaan. Berkas sudah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum pada Jumat, 8 Maret 2019.
"Benar, Aipda AD sudah kami tetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka berdasarkan laporan korban," ujar Kapolres Aceh Barat AKBP Raden Bobby Aria Prakasa via KBO Reskrim Ipda P Panggabean kepada Liputan6.com, Sabtu malam (9/3/201).
Saling Tuding
Saling-menuding belakangan terjadi antara warga dan bupati. Warga mengaku dianiaya serta diintimidasi dengan pistol, sebaliknya, bupati mengaku kepada media kalau dirinya hendak dibunuh.
Camat Arongan Lambalek, Sabirin mendukung bupati dengan melaporkan warga Desa Arongan ke polisi. Selain menuding warga anarkis, camat menyebut warga melakukan penghinaan, namun, sampai saat ini tidak ada kabar lanjutan perihal laporan camat.
Pernyataan bupati dan camat mendapat respon. Warga berang lantas melakukan konferensi pers karena menilai ada upaya menggiring opini publik melalui media perihal insiden yang melibatkan mereka.
"Mana ada mengancam bupati! Cuma ingin meminta penjelasan soal desa. Yang di berita itu tidak ada!" tegas Leo.
Riki Yuniagara, dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pos Meulaboh mengapresiasi langkah kepolisian menetapkan Aipda AD sebagai tersangka. Kuasa hukum yang dipercaya mendampingi warga dalam kasus ini berharap hukum berlaku tak pandang bulu.
"Apalagi, seperti diberitakan. Jika AD menggunakan senjata api di saat bersamaan senpi telah habis izin penggunaan, itu menjadi senjata terlarang. Apalagi saat kejadian juga digunakan yang bersangkutan. Perlu dikontrol, proses hukum. Baik yang pidana, maupun yang melanggar kode etik," ucap Riki.
Menurut Riki, warga yang menolak tinggal di desa relokasi sudah lama meminta bupati menindaklanjuti permintaan mereka agar administrasi desa dipindah ke Arongan Lama. Permintaan itu sudah sejak 2007, saat Ramli menjabat pertama kali sebagai bupati.
"Sudah beberapa kali surat dikirimkan dari tahun sejak bupati menjabat periode pertama, hingga terakhir permohonan 2018. Ada dualisme wilayah. Harusnya diselesaikan terkait administrasi. Ini malah Pjs. kepala desa diangkat dari desa relokasi. Itu berpotensi memunculkan konflik baru," kata Riki.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Advertisement