Liputan6.com, Addis Ababa - Minggu pagi, 10 Maret, kabar duka kembali melanda dunia kedirgantaraan. Pesawat Ethiopian Airlines penerbangan Addis Ababa (Ethiopia)-Nairobi (Kenya) jatuh di Bishoftu, sebelah tenggara ibu kota Etiopia.
Burung besi dengan nomor penerbangan ET 302 ini hilang kontak setelah 6 menit lepas landas dari Bandara Internasional Bole. Tak ada satu pun penumpang dan awak kabin yang selamat. Semuanya, 157 orang, tewas dalam insiden tersebut.
Advertisement
Sebelumnya, 6 bulan lalu, tepatnya pada 29 Oktober 2018, pesawat Lion Air JT 610 yang terbang dari Jakarta menuju Pangkal Pinang (Bangka Belitung), juga mengalami kejadian nahas serupa dengan Ethiopian Airlines.
Pesawat ini kehilangan kontak usai 13 menit meninggalkan landasan pacu dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Kemudian, kapal terbang tersebut diketahui jatuh di Tanjung Pakis, Karawang, Jawa Barat. Total 189 orang yang berada di dalamnya tak selamat.
Di satu sisi, model pesawat yang digunakan oleh dua maskapai tersebut adalah tipe yang sejenis, yakni Boeing 737 MAX 8--keluarga baru pesawat penumpang sipil yang sedang dikembangkan oleh Boeing.
Hanya dalam selisih waktu 6 bulan, dua kecelakaan fatal terjadi pada generasi baru Boeing itu. Polanya pun disebut sama oleh pakar penerbangan: hilang kontak usai lepas landas dan jatuh bak lepas kendali.
Banyak orang kemudian bertanya-tanya terkait sistem keamanan Boeing 737-800 MAX dan kesiapan pihak Boeing saat memproduksi pesawat 737 MAX.
Berikut empat hal yang perlu diketahui tentang Boeing 737 MAX, sebagaimana dilansir dari situs onemileatatime.com, Senin (11/3/2019).
Saksikan video pilihan berikut ini:
1. Sekilas tentang Boeing 737 MAX
Boeing 737 adalah pesawat komersial paling populer di dunia. Lebih dari 10.000 kapal terbang telah diproduksi oleh pabrik Boeing Company, yang bermarkas di Chicago, Illinois, Amerika Serikat.
Seiring waktu berjalan, teknologi pesawat pun kian berkembang, dan lahirlah Boeing 737 MAX. Versi ini dibuat sejak 2014 dan terbang perdana pada 29 Januari 2016. Boeing 737 MAX lalu memasuki layanan komersial pada 2017.
Sejauh ini, ada sekitar 350 di antaranya digunakan oleh banyak maskapai yang ada di banyak negara di dunia, dengan lebih dari 5.000 pesawat Boeing 737 MAX dipesan.
Apa yang membuat pesawat ini lebih baik daripada "adiknya" adalah hematnya bahan bakar. Artinya, seluruh pesawat Boeing 737 MAX punya sistem pengolah bahan bakar yang lebih mutakhir dan dapat mengoperasikan penerbangan lebih lama dari pendahulunya.
Advertisement
2. Jenis Boeing 737 MAX
Ada beberapa varian dari Boeing 737 MAX, yang paling umum adalah 737 MAX 8 dan 737 MAX 9 (-8 dan -9 menunjukkan ukuran pesawat).
Ketika Anda memesan 737, Anda akan melihat bahwa perusahaan Boeing mencantumkan kata "MAX" di suatu tempat di halaman pemesanan. Atau, jika Anda melihat inisial "M" dalam kode pesawat, kemungkinan penerbangan dioperasikan oleh 737 MAX.
Sebagai contoh, AS menunjuk pesawat ini sebagai "7M8" ("7" artinya 737, "M" singkatan dari MAX, dan "8" adalah varian pesawat).
Jika Anda berada di bandara dan mencoba mengenali 737 MAX, cara termudah untuk membedakannya dari pesawat lain adalah dengan melihat mesinnya. Perhatikan bagian belakang mesin. Bila terlihat pola "zig-zag", maka sudah bisa dipastikan kalau ini adalah 737 MAX. Pola tersebut tidak ada pada 737 (787 dan 747-8 memiliki mesin bergaya kembar).
Anda akan melihat bahwa 737 MAX juga memiliki winglet split yang khas. Namun, perhatikan bahwa 737 yang biasa juga sedang dipasang dengan sistem sayap yang serupa untuk sementara ini.
Jadi jika pesawat tersebut mempunyai winglet split yang umum, maka itu pasti bukan 737 MAX.
3. Sistem Pembaruan yang Bikin Bingung Banyak Pilot
Dua kecelakaan fatal dari pesawat jenis Boeing 737 MAX merenggut ratusan nyawa, hanya dalam waktu sekejap. Investigasi pada Lion Air JT 610 belum sepenuhnya rampung.
Sedangkan penyelidikan pada jatuhnya Ethiopian Airlines baru saja dimulai dan kemungkinan akan memakan waktu berbulan-bulan (jika tidak bertahun-tahun).
Apa yang publik ketahui adalah dugaan di balik jatuhnya dua pesawat nahas itu: sesaat setelah lepas landas dan memiliki kecepatan vertikal yang tidak stabil (menunjukkan bahwa pilot kehilangan kendali atas pesawat). Fokus penyelidikan adalah mencari tahu mengapa kedua hal itu bisa terjadi.
Namun, ada yang perlu digarisbawahi bahwa usai kecelakaan Lion Air JT 610, Boeing membuat perubahan pada sistem kontrol penerbangan (pilot) 737 MAX, di mana pesawat secara otomatis mendorong moncongnya ke bawah ketika sebuah sensor menunjukkan bahwa pesawat ini akan mendekati kegagalan.
Sistem ini berbeda dari 737 versi lawas. Banyak pilot mengaku kebingungan dengan pembaruan tersebut.
Seperti yang dijelaskan oleh kepala serikat pilot Southwest beberapa bulan yang lalu, sebagian besar pilot terus gagal paham untuk menjalankan sistem baru ini.
“Kami tidak suka fakta bahwa sistem baru diletakkan di pesawat dan tidak diungkapkan kepada siapa pun atau dimasukkan ke dalam manual. Apakah ada hal lain di MAX yang belum diberitahukan Boeing kepada operator? Jika ada, kami (pilot) harus tahu."
Advertisement
4. Apakah Boeing 737 MAX Aman?
Ada banyak pertanyaan yang diajukan semua orang yang simpatik terhadap insiden nahas itu: apakah pesawat memiliki cacat desain yang belum ditangani dengan baik? Pernahkah pilot tidak dilatih dengan benar untuk menggunakan Boeing 737 MAX, mengingat adanya perbedaan mencolok antara varian ini dan 737 yang biasa?
Namun, pada titik ini, banyak ahli berpendapat bahwa tidak ada yang salah dengan desain atau pelatihan pilot pada 737 MAX dibandingkan dengan pesawat lain.
Seluruh pesawat pada dasarnya dilengkapi dengan sistem keamanan paling canggih. Berbeda dengan moda transportasi di darat dan laut, pesawat adalah alat angkut penumpang yang paling aman di dunia.
Orang-orang hanya terpatok pada jumlah korban yang terluka atau meninggal ketika sebuah kecelakaan pesawat terjadi. Pasalnya sekali terbang, sebuah burung besi mengangkut banyak orang sekaligus. Bisa sampai 200-an.
Publik sekarang memiliki salah satu pesawat paling modern di dunia, meski sudah mengalami dua kecelakaan parah yang berjarak 6 bulan. Akan tetapi, belum ada pelajaran yang bisa dipetik sepenuhnya karena penyelidikan belum selesai.
Apakah itu alasan yang cukup untuk menghentikan armada? Kita lihat saja nanti.