Liputan6.com, Aljir - Lebih dari 1.000 hakim di Aljazair menyatakan penolakan mereka untuk mengawasi pemilihan umum, apabila petahana, Presiden Abdelaziz Bouteflika kembali mencalonkan diri.
Para hakim menyatakan bahwa mereka telah membentuk asosiasi baru untuk mengembalikan keadilan. Sikap itu dikeluarkan dalam rangka menghalau niatan Bouteflika untuk maju dalam pemilu, yang akan digelar 18 April mendatang.
Baca Juga
Advertisement
"Kami mengumumkan niat kami untuk tidak melakukan ... mengawasi proses pemilihan yang bertentangan dengan kehendak rakyat, yang merupakan satu-satunya sumber kekuasaan," kata seorang juru bicara membacakan pengumuman asosiasi dewan hakim yang dimaksud.
Mengutip laman Al Jazeera pada Senin, 11 Maret 2019, protes massal dewan hakim ini terjadi menyusul protes anti-Bouteflika yang pecah secara luas di Aljazair sejak 22 Februari lalu.
Demonstrasi besar-besaran dilakukan untuk menolak pencalonan kembali sang presiden untuk masa jabatannya yang kelima. Saat ini, Bouteflika telah berusia 82 tahun dan telah memerintah selama 20 tahun.
Dalam umurnya yang tua, Bouteflika bukan tidak memiliki permasalahan kesehatan.
Petahana yang juga merupakan veteran Aljazair itu dinyatakan stroke pada 2013 dan sejak saat itu sudah mengurangi frekuensi untuk terlibat di dalam kegiatan publik. Pada April 2018 lalu, ia bahkan harus menggunakan kursi roda dalam sebuah kesempatan di Ibu Kota Aljir.
Simak pula video pilihan berikut:
10.000 Warga Juga Menolak Pencalonan Bouteflika
Penolakan terhadap pencalonan Bouteflika tidak hanya datang dari dewan hakim. Setidaknya 10 ribu warga negara juga melakukan aksi demonstrasi besar-besaran pada Jumat, 8 Maret 2019.
Senada dengan tuntutan dewan hakim, massa aksi menolak pencalonan kembali Bouteflika sebagai presiden pasca 20 tahun pemerintahannya.
Demonstrasi tetap berlangsung ramai, meskipun polisi anti-huru hara telah diterjunkan untuk membendung protes dengan menembakkan gas air mata.
Mengutip BBC News, diketahui terdapat 200 orang yang ditahan oleh aparat dalam aksi massa tersebut.
Gelombang aksi protes dimulai bulan lalu setelah Bouteflika mengumumkan akan mengajukan masa jabatan kelima pada April 2019 mendatang.
Dalam sebuah kesempatan, Presiden Bouteflika mengatakan bahwa protes luas tersebut dapat menjerumuskan negara ke dalam "kekacauan".
Dalam sebuah surat yang diterbitkan oleh kantor berita Aljazair APS pada hari Kamis, pemimpin berusia 82 tahun itu mendesak "kewaspadaan" terhadap pasukan "domestik dan asing" yang mungkin menyusup ke dalam demonstrasi.
Namun dia juga memuji para demonstran karena "secara damai mengekspresikan pendapat mereka."
Protes itu adalah yang terbesar terhadap Presiden Bouteflika. Polisi anti huru hara dikerahkan di sepanjang rute protes, dan helikopter mengitari ibukota. Semua layanan transportasi umum di ibukota ditangguhkan menjelang protes massa.
Demonstrasi juga dilaporkan terjadi di kota terbesar kedua Aljazair, Oran, dan di Tizi Ouzou. Beberapa penyelenggara telah meminta 20 juta orang untuk mengambil bagian dalam demonstrasi hari Jumat, disebut sebagai "Gerakan # 8 Raja" di media sosial.
Beberapa anggota parlemen dari partai FLN yang berkuasa telah menyatakan dukungannya kepada para pemrotes, menurut beberapa laporan media.
Politisi oposisi juga telah bertemu untuk membahas protes. Namun, oposisi telah lama dilemahkan oleh FLN dan dipandang dengan kecurigaan tertentu oleh publik.
Advertisement