Rumah Lamin hingga Bale Alit, Jawara Desain Hunian Universal Dulux Designer Awards 2018

Dengan luas hunian antara 36 m2 hingga 45 m2, semua penghuni dirancang bisa hidup mandiri lewat desain hunian universal yang dilombakan.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 12 Mar 2019, 10:30 WIB
Rumah Lamin raih Best Design dalam Dulux Designer Awards 2018. (Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Jakarta - Dulux Designer Award 2018 menetapkan empat pemenang kompetisi desain hunian universal. Masing-masing dinilai berhasil menciptakan desain karya yang sesuai kriteria sebagai hunian bagi semua kalangan.

Salah satu juri, Lea Aviliani Aziz menyebut tak mudah membuat desain hunian dengan luas bangunan yang kecil, maksimal 45 meter persegi, apalagi harus bisa memenuhi kebutuhan semua penghuni dengan beragam kondisi tubuh. Karena itu, keempat desain terpilih dinilai luar biasa.

"Desain anak muda ini luar biasa karena satu rumah bisa digunakan untuk semua umur. Orang kan enggak mungkin terus ganti-ganti ya, jarang yang lima tahun sekali, atau sepuluh tahun sekali ganti rumah. Kalau bisa seumur hidup," ujar Lea dalam pengumuman pemenang di Jakarta, Senin, 11 Maret 2019.

Hal senada disampaikan oleh juri DDA 2018 lainnya, Chairul Amal Septono dari Himpunan Desainer Interior Indonesia (HDII). Ia menerangkan semakin ke sini, orang dengan kondisi tubuh berbeda tak mau dipandang aneh oleh sekitarnya.

Maka itu, desain berperan penting untuk menyediakan akses yang sama bagi beragam kondisi kesehatan orang. Ada tujuh kriteria yang harus dipenuhi agar bisa disebut hunian universal, yakni equitable, flexibility, simple, intuititive use, tolerance error, low physical effort, dan size and space for approach and use.

"Sebuah desain itu sangat harus mementingkan pasar, tapi jadinya terkadang orientasinya pasar melulu, lupa ada pemakai yang harus diperhatikan kebutuhannya," ujar dia.

Penilaian panel juri didasarkan pada konten desain, konten teknologi, penggunaan warna, dan solusi inovatif. Penjurian terdiri dari dua kategori berbeda, yakni Best Design dan Most Inspiring Design, untuk dua level berbeda, yakni profesional dan mahasiswa.

Dari kalangan profesional, terpilih sebagai Best Design adalah Lamin House yang dirancang oleh Widia Amalia dan tim. Desain yang terinspirasi dari rumah panjang Kalimantan tersebut memadukan unsur tradisional lewat penggunaan kontruksi seperti rumah panggung dan warna kuning yang khas Dayak Kalimantan.

Tata letak, aliran udara, hingga kamar mandi dirancang agar memudahkan penghuni yang tak semua kondisi fisiknya normal. Penggunaan hand rail di sejumlah dinding membuat orang yang sedang kurang sehat tetap bisa beraktivitas mandiri.

"Kami merancang bagaimana caranya agar tak ada satupun anggota keluarga yang terlupakan. Desainnya tidak terlalu kuno tapi juga tidak terlalu kekinian sehingga orang tua tidak terlalu nyaman," katanya.

Sementara, peraih Most Inspiring Design dari kategori profesional adalah tim yang dipimpin Gery Novianto. Lewat W-House, tim tersebut menawarkan solusi hunian yang tetap sehat meski berada di tanah sempit.

"Kami terinpirasi dari kata universal. Enggak cuma fungsi, tapi universal di segala medan. Ini berawal dari keresahan kami atas kepadatan di ibu kota. Gimana caranya bisa ciptakan hunian yang sehat dan manusiawi untuk difabel," katanya.

 


Desain dari Mahasiswa

Para pemenang desain hunian Universal, Dulux Design Award 2018. (Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Dari kategori mahasiswa, peraih Best Design adalah Rumah Kita. Desain rumah yang dirancang tiga mahasiswa dari Universitas Mercubuana dan UGM itu menawarkan solusi mengelola lahan mati.

"Bagaimana caranya kami bisa merancang hunian yang bisa sehat, nyaman, dan liveable bagi semua kalangan, termasuk difabel. Lagipula pada dasarnya, kita lahir ke dunia ini sebagai difabel dan tua nanti juga kembali difabel," ujar Landi Ismatullah.

Terakhir, peraih Most Inspiring Design dari kategori mahasiwa dimenangkan oleh desain Bale Alit. Desain tersebut dirancang oleh sekumpulan mahasiswa Universitas Islam Indonesia.

"Topiknya cukup challenging karena universal itu enggak ada takaran pastinya," ujar Moh. Ihsan Hermanta.

Terkait kompetisi tersebut, Anastasia Tirtabudi, Head of Brand and Consumer Marketing AkzoNobel Decorative Paints Indonesia, berharap melalui kompetisi desain tersebut, pihaknya bisa menyebarkan perubahan positif demi menanamkan nilai-nilai baru pada konteks sosial dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.

"Kita paham ekspektasi masyarakat semakin tinggi. Semakin sensitif arsitek, semakin bisa menjawab kebutuhan di masa datang. Mudah-mudahan ini memberi inspirasi dan ide dan ditangkap idenya oleh pemerintah atau developer," ujarnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya