Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan mengeluarkan aturan terkait dengan ojek online. Salah satunya yang akan diatur yaitu soal penentuan tarif batas bawah.
Pengamat Ekonomi Digital Fithra Faisal menilai, batas bawah tarif untuk ojek online idealnya sebesar Rp 2.000 per kilometer (km). Angka ini naik Rp 600 atau sekitar 43 persen dari tarif rata-rata saat ini sebesar Rp 1.400 per km, yang merupakan nilai tengah batas bawah tarif Go-Jek yaitu Rp1.600 per km dan Grab Rp1.200 per km.
Dia menjelaskan, angka Rp 2.000 per km ini muncul berdasar kajian Research Institute of Socio Economic Development (RISED) terhadap faktor kemampuan membayar, yang menyatakan pengeluaran tambahan per hari yang bisa ditoleransi oleh kebanyakan konsumen tidak melebihi Rp 5.000.
Baca Juga
Advertisement
Dengan jarak tempuh rata-rata konsumen per hari sebesar 8,8 km, berarti kenaikan tarif ideal ojek online adalah maksimal Rp 568 per km, sehingga batas bawah tarif naik menjadi Rp 1.968 per km.
"Kenaikan tarif idealnya dibulatkan saja menjadi Rp 600 per km, sehingga batas bawah tarifnya menjadi Rp 2.000 per km. Saya rasa kenaikan ini juga cukup signifikan menguntungkan bagi mitra pengemudi," ujar dia di Jakarta, Selasa (12/3/2019).
Penetapan tarif batas bawah ini tidak perlu menjadi kekhawatiran para pengemudi ojek online, sebab masing-masing aplikator juga penerapan pentarifan dinamis (dynamic pricing) berdasarkan algoritma big data yang memberikan tarif terbaik buat mitra pengemudi.
Artinya tarif akan menyesuaikan secara dinamis, tergantung pada waktu, tempat, dan tinggi rendahnya permintaan serta penawaran yang tersedia.
Hingga saat ini, besaran batas bawah tarif yang akan dipertimbangkan oleh pemerintah berada di kisaran Rp 2.400-Rp 3.000 per km. Batas bawah tarif Rp 3.000 merupakan tuntutan komunitas ojek online Gabungan Aksi Roda Dua (Garda).
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Penumpang Beralih
Faisal mengungkapkan, jika mengikuti keinginan mitra pengemudi agar pemerintah mematok tarif batas bawah Rp 3.000 per km, maka mayoritas konsumen sangat berpotensi beralih ke moda transportasi lain yang lebih murah. Termasuk UMKM yang saat ini semakin banyak memanfaatkan jasa pengantaran barang menggunakan ojek online.
"Alih-alih mendapatkan kenaikan pendapatan, mitra pengemudi justru akan menanggung efek negatif dari berkurangnya konsumen. Ini jelas tidak baik bagi ekosistem yang sudah terbangun," kata dia.
Faisal memahami keinginan pengemudi agar kesejahteraannya semakin meningkat. Namun jangan sampai pengaturan tarif ini malah diputuskan gegabah sehingga berdampak negatif bagi ekosistem.
"Seluruh pihak harus paham bahwa kelangsungan bisnis digital ini melibatkan sejumlah variabel dalam ekosistem," ungkap dia.
Variabel di dalam ekosistem tersebut adalah aplikator, mitra pengemudi, konsumen, dan pemerintah selaku regulator. Menurut Faisal, semua saling berkaitan dan harus bisa berjalan selaras beriringan, agar ekosistem yang sudah terbangun baik tetap bisa terjaga.
"Jadi, ketika satu variabel dalam ekosistem ini terganggu, maka efek negatifnya langsung terasa pada keseluruhan ekosistem," tandas dia.
Advertisement