Liputan6.com, Mountain View - Pegawai Google sedang bergejolak akibat keputusan perusahaan yang memberi pesangon hingga USD 45 juta atau sekitar Rp 642 miliar (USD 1 = Rp 14.261) kepada eksekutif perusahaan yang melakukan pelecehan seksual. Kejadian ini pun telah berulang.
The New York Times melaporkan bahwa pelecehan terjadi pada tahun 2016 dan dilakuka Amit Singhal, seorang senior vice presiden yang mengelola sistem pencarian Google. Singhal disebut melecehkan seorang perempuan dalam sebuah acara.
Baca Juga
Advertisement
Penyelidikan Google membuktikan bahwa Singhal bersalah. Sebelum kasus ini terkuak, Singhal keluar dari Google dengan alasan ingin fokus kepada keluarga dan filantropis.
Google pun ketahuan memberi pesangon fantastis karena shareholder melayangkan protes pada dewan direksi Alphabet, induk perusahaan Google.
Dalam isi protes itu, Google disebut setuju membayar pesangon Singhal USD 15 juta (Rp 214 miliar) selama dua tahun pertama, setelahnya pesangon sejumlah antara USD 5 hingga USD 15 juta dalam tahun ketiga, syaratnya Singhal tak boleh bekerja di kompetitor.
Satu tahun kemudian, Singhal sempat bekerja di Uber, tetapi beberapa minggu kemudian kasus pelecehannya terkuak, sehingga ia mundur dari Uber.
Kasus pesangon Google terhadap pelaku pelecehan telah terjadi sebelumnya. Akhir tahun lalu, ada kasus Andy Rubin yang mendapat paket pesangon USD 150. Akibatnya, 20 ribu orang protes dengan cara walkout.
Ironi di Google
Perkara pesangon kepada pelaku pelecehan seksual menjadi ironi besar di Google. Pasalnya, belakangan ini Google menampilkan diri mereka sebagai platform yang pro terhadap perempuan.
Baru pada 8 Maret kemarin Google merayakan hari perempuan internasional via Google Doodle. Perusahaan mesin pencari itu sengaja memilih 13 kutipan wanita dari masa lalu maupun sekarang, dan menghubungkan mereka ke dalam satu tema utama, yakni dari perempuan memberdayakan perempuan.
Google menambahkan, "proses memilih13 kutipan itu sangat sulit, tetapi kami bertujuan memasukkan seluruh representasi suara wanita yang beragam untuk merayakan komunitas perempuan di masa lalu, sekarang, dan masa depan."
Informasi, gagasan mengenai perayaan Hari Perempuan Internasional dikemukakan pada abad ke-20, yakni di tengah gelombang industrialisasi yang menyebabkan adanya protes tentang kondisi kerja.
Di antaranya adalah protes kaum perempuan yang bekerja di pabrik pakaian pada 8 Maret 1857. Mereka protes lantaran kondisi kerja yang buruk dan gaji rendah.
Dewasa ini, gerakan #MeToo dan Time's Up juga menjadi populer dalam mendukung pemberian peluang setara bagi perempuan serta perlindungan terhadap predator seksual di dunia kerja. Slogan Time's Up pun dibawa oleh para pegawai Google yang protes karena kasus pesangon ini.
Advertisement