Pertamina EP: Kembangkan Sumur Tua Butuh Insentif

Mahalnya biaya Enhanced Oil Recovery (EOR) menjadi salah satu pertimbangan utama bagi Perusahaan untuk penerapannya.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 12 Mar 2019, 19:19 WIB
Lapangan Sukowati di Kabupaten Bojonegoro dan Tuban, Jawa Timur. Dok Pertamina EP

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina EP, anak usaha PT Pertamina (Persero) terus mengembangkan blok migas yang mereka miliki untuk mendukung pencapaian target produksi nasional. Hal ini ditindaklanjuti dengan penerapan Enhanced Oil Recovery (EOR) pada beberapa struktur di wilayah kerja Pertamina EP (PEP).

Direktur Pengembangan Pertamina EP John H Simamora mengatakan, padadasarnya pengembangan lapangan minyak akan selalu melalui 3 tahapan yaitu primary, secondary, dan tertiary. Lapangan-lapangan Pertamina EP telah melalui proses primary dan sekarang sedang menuju proses secondary dan tertiary.

Dengan nilai remaining reserves yang masih cukup besar, implementasi pattern waterflood dan EOR akan mengoptimalkan produksi minyak hingga mencapai 8.21 BSTB. Terdapat 5 proyek secondary (waterflood) yang sedang berjalan yaitu Struktur Jirak, Ramba, Tanjung, Belimbing, dan Rantau dengan total investasi sebesar USD 776 uuta.

Salah satu alternatif penambahan cadangan adalah melalui teknologi EOR. Pertamina EP telah memulai implementasi chemical EOR berupa polymer di Lapangan Tanjung karena teknologi injeksi polimer merupakan teknologi yang telah terbukti dan telah diimplentasi lebih dari 30 tahun di berbagai lapangan minyak di dunia dengan rata-rata peningkatan Recovery Factor (RF) sebesar 5-10 persen terhadap OOIP.

Berdasarkan perkiraan produksi, produksi kumulatif minyak diharapkan sebesar 245 MMSTB melalui waterflood dengan puncak produksi sebesar 60.000 bopd pada 2026 sedangkan tahap tertiary akan menghasilkan produksi kumulatif sebesar 133 MMSTB dengan puncak produksi sebesar 30.000 bopd pada tahun 2030.

"Pertamina EP mempunyai beberapa inovasi untuk mendorong produksi minyak seperti monobore, coiled tubing drilling, casing drilling, dan well log cement," kata dia dalam keterangan tertulis, Kamis (14/3/2019).

Proses perbaikan yang telah dilakukan oleh Pertamina EP untuk meningkatkan produksi migas adalah memperbanyak identifikasi peluang penambahan cadangan dan produksi seperti memperbanyak sumur outstep, memperketat pengendalian dan jaminan kualitas, mempercepat pengembangan struktur temuan eksplorasi di Struktur Jatiasri, Bambu Besar, dan Akasia Bagus, memperkecil non-productive time (NPT) pada operasi pemboran melalui penggunaan dogleg reamer, completion strategy, fishing, real time drilling monitoring sehingga terjadi penurunan biaya pemboran sebesar 19 persen pada 2018.

“Tentunya dengan adanya insentif tertentu dapat memberikan dorongan kepada investor untuk melakukan kegiatan EOR”, terangnya.

Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa mahalnya biaya EOR menjadi salah satu pertimbangan utama bagi Perusahaan untuk penerapannya. Selain EOR, Pertamina EP juga menjalankan program lainnya untuk mengejar peningkatan produksi, John menjelaskan

“PEP terus mengusulkan proyek-proyek waterflood untuk meningkatkan produksi minyak. Rencananya, tahun ini akan diusulkan 3 proyek waterflood yaitu pada Struktur Tempino, Kenali Asam, dan Bajubang. Harapannya, Final Investment Decision didapat pada tahun ini juga. Upaya lainnya yang dilakukan oleh Pertamina EP adalah memperbanyak jumlah proyek pemboran, memperbanyak workover yang berkualitas, dan meningkatkan jumlah sumur produksi. “, pungkasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Sistem Gross Split Bikin Daya Pikat Investasi Hulu Migas RI Naik

Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Laporan Petroleum Economics and Policy Solution (PEPS) Global E&P Attractiveness Ranking menyebutkana bahwa daya saing ketertarikan berinvestasi pada sektor minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia tahun 2018 nempati peringkat 25 dari 131 negara.

Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, capaian ini membuktikan tata kelola sektor migas Indonesia membaik sehingga mampu memikat para investor.

"Penilaian yang diakui oleh lembaga riset global membuktikan pengelolaan sektor migas di Indonesia belakangan ini berhasil mendorong kembali geliat investasi migas. Ini tak lepas dari upaya perubahan kebijakan fiskal pada pengusahaan di sektor migas," kata Arcandra, di Jakarta, Jumat (15/2/2019).

Dilansir dari laporan IHS Markit, lembaga penyedia informasi dan analisis global yang berpusat di London, Indonesia masuk dalam kategori negara yang mampu menggenjot aktivitas eksplorasi dan eksploitasi migas di tengah lesunya investasi hulu migas akibat fluktuasi perekonomian global. Indonesia mampu mengguli Aljazair, Rusia, Mesir yang dikenal sebagai negara eksportir minyak. 

Berdasarkan laporan yang sama, Indonesia juga menduduki peringkat terbaik apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Bila dikomparasikan, Malaysia misalnya. Pada tahun 2017 menduduki peringkat ke-23, sekarang ini melorot ke posisi 35.

Peningkatan aktivitas ini tak lepas dari adanya perubahan sistem fiskal bagi hasil Gross Splityang diterapkan oleh Pemerintah untuk menggantikan rezim fiskal sebelumnya, yaitu cost recovery. Perubahan ini cukup membawa angin segar lantaran efisiensi dalam sistem gross splitmenggiurkan para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas menggalakkan kegiatan eksplorasi dan ekploitasi.

"Salah satu daya tarik Gross Split bagi para pelaku usaha migas adalah sistem ini mampu melindungi investor di saat rendahnya harga komoditi minyak dunia," jelas Arcandra.

Pemerintah pun berhasil mengantongi dana eksplorasi dari penerapan sistem fiskal baru tersebut sebesar Rp 31,5 triliun. Angka tersebut belum ditambah dengan bonus tanda senilai Rp 13,5 triliun yang diperoleh dari 39 kontraktor yang menggunakan sistem gross split.

"Saya yakin perubahan fiskal ini sangat menjanjikan bagi perkembangan masa depan investasi migas di Indonesia," tutur Arcandra.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya