Liputan6.com, Jakarta Perusahaan fintech market place Aktivaku bekerjasama dengan BPR Syariah yang berada di Bekasi, Jawa Barat. Keduanya akan berkolaborasi, di mana BPRS HIK Bekasi menjadi salah satu pendana untuk pembiayaan produk-produk Aktivaku.
Pembiayaan ini ditujukan untuk mendukung perkembangan industri Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, khususnya di wilayah Jabodetabek dan Jawa Barat.
Baca Juga
Advertisement
"Bentuk kerjasama saling menguntungkan ini menggabungkan kekuatan BPRS HIK, yang berlandaskan asas syariah dan juga memiliki kedekatan dengan masyarakat di Jawa Barat, dengan kekuatan teknologi di bidang keuangan yang dimiliki Aktivaku," kata CEO & Founder Aktivaku Ricky Gandawijaya dalam keterangannya, Selasa (12/3/2019).
Kolaborasi ini juga dimaksudkan untuk dapat memaksimalkan potensi masing-masing institusi untuk memperluas jaringan pemasaran melalui peningkatan pemanfaatan teknologi dalam bidang keuangan yang saat ini sudah meluas penggunaannya di masyarakat.
Kerja sama ini dituangkan melalui penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum Of Understanding/MOU) antara PT Aktivaku Investama Teknologi dengan PT BPRS HIK Bekasi pada Februari.
Penandatanganan dilakukan CEO & Founder Aktivaku Ricky Gandawijaya dan Direktur Utama PT BPRS HIK, Okarijandi Harun.
Adapun produk yang dimiliki Aktivaku antara lain Project Financing, Supply-chain Financing dan Credit Take Over Financing. Aktivaku terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan sejak Januari 2018.
Pelaku Fintech P2P Lending Terdaftar di OJK Harus Taat Aturan
Maraknya bisnis peminjaman online berbasis teknologi (fintech P2P lending) dan adanya sejumlah oknum yang hanya ingin mengambil keuntungan dari kecenderungan orang memanfaatkan pinjaman online.
Hal ini membuat Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) menegaskan aturan yang harus ditaati fintech P2P lending dalam pengoperasiannya.
Adrian A. Gunadi, Ketua AFP sekaligus CEO Investree mengatakan, fintech P2P lending harus terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk beroperasi. Sebelum bisa terdaftar, entitas harus menjadi anggota AFPI dan mentaati Code of Conduct.
"Saat ini ada 99 pelaku bisnis lending yang sudah terdaftar di OJK, otomatis mereka sudah ikuti Code of Conduct," ungkap Adrian di Solo, Sabtu (9/3/2019).
Baca Juga
Code of Conduct untuk fintech P2P lending mencakup implementasi transparansi produk dan metode penawaran produk pelayanan, pencegahan pinjaman berlebih dan praktik yang manusiawi.
Dia mengatakan, sebagai asosiasi yang ditunjuk oleh OJK secara resmi untuk menjalankan fungsi pengawasan dan pengaturan kepada anggotanya, AFPI mendukung penuh startup baru yang fokusnya di fintech P2P lending untuk mentaati aturan baik dari AFPI maupun OJK.
"Ini upaya agar tidak ada kejadian tidak mengenakan seperti penipuan, bunuh diri korban. Kalau fintechnya resmi dan taat aturan, konsumen akan percaya dan merasa aman," ujar Adrianh.
Advertisement