Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah menargetkan peningkatan jumlah harimau sumatera sebanyak dua kali lipat pada 2022. Target ini tertuang dalam National Tiger Recovery Program (NTRP) 2010-2022. Salah satu upaya untuk memantau efektivitas upaya konservasi harimau sumatera dalam rangka mencapai target tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama para mitra kerjanya melakukan pemantauan secara berkala dan sistematik melalui kegiatan Sumatera Wide Tiger Survey (SWTS).
SWTS pertama yang pernah dilaksanakan antara tahun 2007 hingga 2009 mengungkap bahwa 72 persen wilayah survei masih dihuni oleh harimau sumatera. Menurut banyak ahli, kondisi tersebut dikatakan masih baik. SWTS pertama juga telah menjadi rujukan utama dalam penyusunan beberapa dokumen strategis konservasi harimau sumatera, baik dalam skala nasional maupun internasional.
Setelah kurang lebih 10 tahun, KLHK dan mitra kerja sedang melaksanakan SWTS kedua. Sesuai dengan fungsi utamanya, kegiatan SWTS kedua ini dilaksanakan untuk mengevaluasi efektivitas upaya konservasi harimau sumatera yang telah berjalan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Acara peluncuran survei itu digelar di Hotel Menara Peninsula, 13 Maret 2019.
Baca Juga
Advertisement
“Kementerian LHK terus berkomitmen dan menjalin kerja sama yang baik dengan para pihak terkait dalam upaya pelestarian harimau sumatra di alam. Program konservasi juga berkembang dalam 10 tahun terakhir," jelas Direktur Jenderal KSDAE, Wiratno, dalam sambutan tertulis yang dibacakan Direktur Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial, Tandya Tjahjana.
"Saya berharap dengan pelaksanaan kegiatan SWTS kedua ini, dukungan dan partisipasi aktif para pihak terhadap upaya pelestarian harimau sumatera dan satwa liar lainnya semakin meningkat dan dapat disinergikan dengan kebijakan pembangunan wilayah di daerah."
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Indra Exploitasia, menyatakan bahwa kegiatan SWTS kedua ini penting untuk dilaksanakan mengingat semakin tingginya ancaman terhadap kelestarian harimau sumatera di alam. Selain informasi terkait wilayah sebaran harimau sumatera, output yang diharapkan dari kegiatan STWS kedua yaitu terkait dengan data kondisi populasi dan sebaran satwa mangsa, penyakit dan genetik di seluruh kantong habitat harimau sumatera.
"Sehingga dapat memetakan kesenjangan aktivitas konservasi yang dilakukan,” ujarnya.
Selanjutnya seluruh data, informasi dan kajian hasil kegiatan SWTS nantinya akan terpusat di database Direktorat Jenderal KSDAE dan selanjutnya menjadi acuan arahan kebijakan konservasi tidak hanya harimau sumatera akan tetapi juga satwa badak, orangutan, gajah dan satwa liar lainnya di Pulau Sumatera.
Survei Satwa Liar Terbesar
Koordinator Pelaksana SWTS Hariyo T. Wibisono, menyatakan SWTS 2018-2019 adalah kegiatan survei satwa liar terbesar di dunia, baik dalam hal kemitraan, sumber daya manusia yang terlibat, maupun luasan wilayah. Sebanyak 74 tim survei (354 anggota tim) dari 30 lembaga diturunkan untuk melaksanakan survei di 23 wilayah sebaran harimau seluas 12,9 juta hektare, yang 6.4 juta hektare di antaranya adalah habitat yang disurvei pada SWTS pertama.
Tercatat 15 unit pelaksana teknis (UPT) KLHK, lebih dari 10 KPH, 21 LSM nasional dan internasional, dua universitas, dua perusahaan, dan 13 lembaga donor yang telah bergabung mendukung kegiatan SWTS.
Prof. Dr. Gono Semiadi dari LIPI, menerangkan bahwa ada beberapa hal yang ingin dihasilkan dari SWTS kedua ini. “Kami mengharapkan dapat menemukan proporsi area yang menjadi wilayah hidup harimau, informasi mengenai keragaman genetika populasi di masing-masing kantong habitat, meningkatkan kapasitas teknis nasional, serta beberapa dokumen strategi konservasi harimau seperti yang dihasilkan oleh SWTS pertama.”
Survei ini tidak hanya melibatkan pemerintah, tapi juga seluruh pemangku kepentingan dalam upaya penyelamatan harimau.
“Survei pada 2007-2009 adalah survei harimau pertama terbesar di dunia. Dengan kolaborasi di masa lalu yang berhasil, kami yakin bahwa saat ini kami bisa mengulang kembali kesuksesan lewat kerjasama yang baik lintas organisasi. Keterlibatan multipihak ini merupakan langkah maju dalam membangun disain konservasi yang komprehensif di level pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,” ujar Ketua Forum Harimau Kita (FHK) Munawar Kholis.
Advertisement