Liputan6.com, Jakarta Maskapai penerbangan Lion Air saat ini memiliki 10 pesawat Boeing 737 Max 8, yang tengah dilarang terbang sementara oleh pemerintah. Pelarangan dampak kecelakaan Ethiopia Airlines yang juga menggunakan pesawat jenis sama.
Managing Director Lion Air Group Capt. Daniel Putut mengatakan, meski 10 pesawat tersebut tak dapat terbang, namun tak mempengaruhi bisnis dan pelayanan maskapai secara keseluruhan.
"Secara operasional memang grounded ini tidak bangak berpengaruh. Kami operasikan Max 8 ini ke China, Arab Saudi dan domestik, jadi masih bisa kita switch dengan pesawat lain," tegas dia di Kantor Kemenhub, Rabu (13/3/2019).
Baca Juga
Advertisement
Di sisi lain, pemesanan transportasi udara saat ini tengah memasuki masa low season. Langkah penggantian pesawat dinilai tak mempengaruhi ketepatan waktu penerbangan Lion Air.
"Jadi dengan 114 pesawat yang kami operasikan saat ini dengan tipe 737 Next Generation, masih bisa cover," tegas dia.
Terkait langkah inspeksi pesawat Boeing 737 Max 8, selain dari Kementerian Perhubungan, Daniel mengaku jika internal Lion Air juga membentuk tim. Ini menjadi wujud kepedulian Lion Air Group dalam mengutamakan keselamatan penerbangan.
Dari 10 pesawat Boeing 737 Max 8 milik Lion yang dilarang terbang, saat ini yang sudah menjalani inspeksi sebanyak 3 pesawat.
Pengamat: Pemerintah dan Maskapai Perlu Inspeksi Kelemahan Boeing 737 Max 8
Sejumlah negara yang maskapainya menggunakan Boeing 737 Max 8 memutuskan menghentikan operasional sementara.
Hal ini dipicu dua kecelakaan pesawat dengan model tersebut dalam kurun waktu lima bulan telah terjadi dua kecelakaan.
Negara tersebut mulai dari China, Indonesia dan Singapura yang menghentikan sementara pengoperasian pesawat Boeing model 737 Max 8.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perhubungan tegaskan larangan operasional pesawat Boeing 787 Max mulai Senin 11 Maret 2019. Ada 11 pesawat yang ditarik untuk diinspeksi lebih lanjut.
Baca Juga
Pengamat penerbangan, Arista Atmadjati mengungkapkan, pemerintah sudah mengambil langkah yang tepat. Hal ini dinilai dapat mencegah kecelakaan serupa terjadi.
"Saya kira bagus, sebagai pencegahan. Belajar dari pengalaman dan dugaan penyebab jatuhnya pesawat itu mengarah ke sistem, berarti pemerintah dan maskapai memang harus pelototi betul-betul Boeing 787 ini, inspeksi lebih lanjut kelemahannya," ujar Arista saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa (12/3/2019).
Arista menyatakan, pesawat baru biasanya memang membutuhkan waktu untuk dinilai laik terbang atau tidak. Dia mengibaratkannya dengan baby sickness, butuh waktu bagi seorang bayi dari merangkak hingga berjalan. Demikian pula pesawat Boeing 787 Max 8.
Dia juga menambahkan agar pemerintah dan maskapai menunggu instruksi lebih lanjut dari Boeing. Sebelumnya, Federal Aviation Administration (FAA), otoritas penerbangan federal Amerika Serikat, juga telah memerintahkan Boeing untuk memodifikasi pesawat jenis ini.
"FAA juga sudah menyuruh Boeing untuk ubah desain, paling lambat April. Nanti kita tunggu saja bagaimana keputusan FAA, bagaimana pengaruhnya pada Boeing dan Indonesia," pungkasnya.
Advertisement