Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani memaparkan kondisi ekonomi dalam negeri saat ini hingga pengaruh ekonomi masa lalu seperti krisis keuangan 1998.
Saat krisis 1998, Sri Mulyani mengatakan, banyak negara tidak mampu segera bangkit dari keterpurukan. Meski demikian Indonesia termasuk salah satu negara yang cepat pulih walau tak secepat Thailand dan Korea Selatan.
Ia menyampaikan, hal itu menjadi salah satu pembicara dalam dialog kebijakan fiskal, moneter dan investasi 2019 hingga 2024 di Universitas Tarumanegara, Jakarta, Rabu (13/3/2019).
"Indonesia termasuk pulih meski tidak paling cepat. Karena dibandingkan Korea Selatan dan Thailand, kita termasuk agak lambat pemulihan ekonomi nya," ujar Sri Mulyani.
Baca Juga
Advertisement
Sri Mulyani melanjutkan, saat krisis, pertumbuhan ekonomi Indonesia bahkan tumbuh negatif 13 persen. Dia pun menganggap, krisis keuangan pada 1997 hingga 1998 paling parah karena membuat keuangan Indonesia kolaps.
"Guncangan besar 1997-1998 karena ada financial crisis karena keuangan kita colabs. Negara yang pernah mengalami krisis keuangan biasanya membutuhkan waktu lebih dari 5 tahun untuk pulih. Lihat Eropa sekarang dan AS," ujar dia.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, ekonomi Indonesia kini mampu tumbuh stabil usai bangkit dari keterpurukan krisis. Terbukti, pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu stabil di atas angka lima persen.
"Kita pulih dan stabil di atas 5 persen. Meski masih ada beberapa episode yang bikin shock yakni oil boom dan Indonesia kena. Dampak itu relatif, bisa negatif bisa positif, dan ada juga penurunan tajam harga komoditas, kita kena," ujar dia.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Kualitas Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diyakini Terus Membaik
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menjamin pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini akan terus membaik. Hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi nasional terus naik sejak 2015 hingga 2018.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 sebesar 4,79 persen. Kemudian pada 2016 naik sebesar 5,02 persen. Kenaikan terjadi lagi pada 2017 hingga 2018 yang masing-masing sebesar 5,07 persen dan 5,17 persen.
"Walaupun ekonomi dunia melambat, pertumbuhan ekonomi kita naik walaupun pelan- pelan. Tapi itu tanda bahwa ekonomi Indonesia istilahnya cukup kuat terhadap ekonomi dunia yang sedang bergejolak," kata Menko Darmin saat Rapat Kerja Nasional Kementerian Perdagangan, di Jakarta, Selasa 12 Maret 2019.
Dia mengatakan pencapaian pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus naik itu juga turut dibarengi penurunan tingkat kemiskinan secara terus menerus. Kemudian dibarengi penurunan gini ratio dan tingkat pengangguran di Indonesia.
"Secara terus menerus menunjukan bahwa dalam kaidah ekonomi kualitas pertumbuhan ekonomi kita baik," imbuh dia.
Seperti diketahui, penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan di Indonesia pada September 2018 mencapai 25,26 juta orang atau sebesar 9,66 persen. Angka ini menurun 0,28 juta orang dibandingkan Maret 2018.
Kemudian tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh gini ratio sebesar 0,384 pada September 2018. Angka tersebut menurun sebesar 0,005 poin jika dibandingkan dengan gini ratio Maret 2018 yang sebesar 0,389.
Sementara itu, jika dibandingkan dengan gini ratio September 2017 sebesar 0,391, turun sebesar 0,007 poin. Adapun jumlah pengangguran di Indonesia berkurang sebanyak 40.000 dalam satu tahun terakhir. Hal ini sejalan dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang turun menjadi 5,34 persen pada Agustus 2018
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement