Pengusaha Sayangkan Banyak yang Salah Kaprah Tentang Pekerja Alih Daya

Selama ini outsourcing dianggap seolah-olah hanya sebagai tenaga kerja murah.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Mar 2019, 17:30 WIB
AMT (Awak Mobil Tangki) membawa poster saat melakukan mogok kerja dan unjuk rasa di Depot Pertamina Plumpang, Jakarta, Selasa (1/11). Mereka menuntut perusahaan menghapus sistem outsourcing dan membayar upah lembur mereka. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Banyaknya perusahaan yang merekrut pekerja melalui perusahaan penyedia jasa alih daya (outsourcing) menjadi momok bagi buruh maupun calon pekerja di Indonesia. Apalagi sejak pemberlakuan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 tentang sistem kerja ini.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Harijanto menyatakan masih banyak di antara calon pekerja belum paham yang dimaksud pekerja outsourcing sehingga prespektif masyarakat mengenai pekerja alih daya menjadi negatif.

"Sebetulnya masalah ini dibutuhkan dan harus diperbaiki dan dibenarkan, diluruskan pengertiannya. Jadi masalah outsourcing ini karena sejak dari awal kita sudah kalah kaprah," kata dia Jakarta, Rabu (13/3/2019).

Dia mengatakan selama ini outsourcing dianggap seolah-olah hanya sebagai tenaga kerja murah. "Memang asal muasal outsourcing ini adalah sebetulnya inisiatif yang salah. Jadi upah yang terlalu mahal disiasati dengan menyuplai tenaga kerja murah," imbuh dia.

Kemudian, sebagian juga memandang apabila kontrak kerja yang ditawarkan sebuah perusahaan itu habis, maka dikembalikan lagi kepada perusahaan outsourcing itu tanpa diberikan fasilitas jaminan sosial atau uang pesangon.

"Maka konotasinya outsourcing itu adalah suatu yang dimanfaatkan oleh pengusaha. Jadi ini sangat negatif sekali sebetulnya itu yang harus kita benarkan sekarang," kata dia.

Padahal, menurut dia, apabila pengertian outsourcing secara benar maka ini membuka akan memberi kesempatan dan ruang yang besar untuk ketenagakerjaan. Hal ini juga akan membuat dunia usaha agar bisa menjadi lebih kompetitif lagi.

"Kita ini mempersulit diri kita sendiri. Outsourcing itu sebetulnya kalau dibenarkan pengertiannya membuka ruang yang besar untuk ketenagakerjaan," pungkasnya.

Reporter; Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com


Buruh Kembali Tuntut PP Pengupahan Dicabut

Para buruh menyoroti kebijakan pengupahan yang diatur pemerintah dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2018 tentang Pengupahan yang dianggap sebagai biang keladi upah murah.

Wakil Sekretaris PP SPEE Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Samsuri mengatakan, kenaikan upah buruh seakan dibatasi sejak PP 78/2015 diberlakukan.

Dia juga mengatakan, tak ada lagi perundingan untuk menentukan upah minimum di daerah, lantaran besar kenaikan sudah diputuskan pemerintah pusat.

"Karena itu, buruh menuntut agar PP 78/2015 dicabut. Kami akan terus berjuang dan melawan setiap kebijakan yang menghambat kesejahteraan kaum buruh," tegasnya dalam acara Forum Buruh Indonesia Bicara di Gedung DPP FSPMI, Jakarta, Kamis (21/2/2019).

"Kalau upah minimum untuk pekerja lajang saja susah didapat, bagaimana dengan upah buruh yang berkeluarga?" gugat Samsuri.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya