Liputan6.com, Seoul - Korea Selatan menetapkan langkah-langkah darurat untuk mengatasi "bencana sosial" akibat polusi udara, setelah tingkat debu halus menyelimuti sebagian besar negara itu dalam beberapa pekan terakhir menembus rekor.
Majelis nasional Korea Selatan mengeluarkan serangkaian undang-undang pada hari Rabu, yang memberikan otoritas akses ke dana darurat untuk langkah-langkah mencakup pemasangan wajib pemurni udara berkapasitas tinggi di ruang publik.
Selain itu, sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Rabu (13/3/2019), kebijakan itu juga mendorong penjualan kendaraan berbahan bakar hibrida, yang menghasilkan emisi lebih rendah daripada yang dijalankan dengan bensin dan diesel.
Baca Juga
Advertisement
Langkah-langkah ini akan memberikan pejabat pemerintah akses ke dana darurat sebesar US$ 2,65 miliar (setara Rp 37,7 milair), karena kritik meningkat atas kegagalan Presiden Moon Jae-in untuk mengatasi krisis.
Polusi udara menjadi masalah politik utama saat ini, setelah konsentrasi partikel debu halus melonjak ke tingkat rekor pada pekan lalu, lapor media setempat.
Menurut National Institute of Environmental Research, tujuh kota besar di Korea Selatan menderita konsentrasi tinggi partikel PM 2,5 yang berbahaya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan bahwa polusi udara menimbulkan risiko kesehatan masyarakat yang besar, karena hubungannya dengan sejumlah penyakit pernapasan dan kardiovaskular.
Korea Selatan telah memperkenalkan langkah-langkah darurat, seperti membatasi penggunaan kendaraan, membatasi penggunaan pembangkit listrik tenaga batu bar, serta memotong jumlah debu yang dihasilkan oleh situs bangunan dan pembangkit listrik.
Tetapi mereka hanya memiliki sedikit keberhasilan.
Simak video pilihan berikut:
Memicu Perselisihan dengan China
Krisis polusi debu juga memicu perselisihan dengan China, yang menurut para ahli kesehatan masyarakat Korea Selatan, bertanggung jawab atas 50-75 persen polusi debu halus di Negeri Ginseng.
Para ahli mengatakan partikel-partikel itu, yang berasal dari gurun dan pabrik di China, dibawa ke semenanjung Korea oleh angin barat yang bertiup statis.
Namun, para pejabat China menolak klaim tersebut, dan mendesak Korea Selatan untuk menentukan terlebih dahulu apakah pabrik, pembangkit listrik dan kendaraannya yang harus disalahkan.
"Jika kita benar-benar ingin menyelesaikan masalah, pertama-tama kita mungkin harus mengkonfirmasi apa masalahnya. Jika kita tidak menemukan masalah (di tingkat lokal), kita harus berpikir bahwa itu berasal dari luar," kata juru bicara kementerian luar negeri China Lu Kang, sebagaimana dikutip pleh kantor berita Kyodo.
Presiden Moon Jae-in, yang peringkat persetujuan pribadinya menurun karena krisis, telah memerintahkan para pejabat Korea Selatan untuk bekerja dengan rekan-rekan China mencaeri solusi, termasuk penggunaan penyemaian awan untuk menciptakan hujan buatan di atas Laut Kuning, yang membagi kedua negara, lapor Yonhap.
Advertisement