Musim Dingin Tak Akan Ada Lagi di Australia?

Alat pendeteksi iklim baru menunjukkan bahwa Australia tidak akan memiliki musim dingin lagi.

oleh Afra Augesti diperbarui 14 Mar 2019, 07:00 WIB
Musim Dingin di Resor Perisher, Australia (SAEED KHAN / AFP)

Liputan6.com, Melbourne - Sebuah tim ilmuwan dan perancang, baru-baru ini bekerja sama untuk menciptakan alat yang akan menunjukkan kepada penduduk di Australia seperti apa iklim di kota-kota yang mereka huni pada tahun 2050. Hasilnya, mengejutkan.

"Dalam waktu 30 tahun, musim dingin seperti yang kita tahu sekarang, tidak akan ada lagi," kata peneliti Geoff Hinchliffe dalam siaran pers. Ia mengegaskan bahwa perubahan iklim secara dramatis siap mengubah kehidupan di Bumi.

Tim yang terdiri dari desainer di Sekolah Seni dan Desain Australian National University (ANU) dan Institut Perubahan Iklim ANU, mengandalkan data dari Bureau of Meteorology and Scientific Information for Land Owners untuk proyek mereka.

Setelah mengumpulkan laporan, tim ANU mencari cara untuk menyajikannya yang paling beresonansi dengan publik.

"Menggunakan warna, bentuk, dan ukuran di sekitar komposisi yang menunjukkan nilai suhu setahun penuh dalam satu foto," kata Hinchliffe, dilansir dari Science Alert, Rabu (13/3/2019).

"Itu membuat riset kami kaya secara visual dan menarik, memberikan banyak detail melalui cara yang menghubungkan secara emosional dengan orang-orang, mengaplikasikannya di kota mereka sendiri," imbuhnya.

Saat membuat alat tersebut, tim memperhatikan bahwa proyeksi tidak mengikuti pola empat musim di Australia saat ini.

"Kami melihat suhu rata-rata historis setiap musim dan membandingkannya dengan data yang diproyeksikan," Hinchliffe menjelaskan. "Dan apa yang kami temukan di mana-mana adalah tidak ada periode musim dingin yang berkelanjutan atau abadi."

Para peneliti percaya, Australia akan mengalami musim semi, musim gugur, dan musim yang lebih panjang yang mereka sebut 'musim panas baru.'

Selama musim baru ini, suhu akan secara konsisten memuncak di atas 40 derajat Celcius dalam periode waktu yang berkelanjutan, berdasarkan prediksi.

Sementara itu, pada bulan Februari, tim peneliti Amerika Serikat meluncurkan aplikasi web serupa yang membandingkan iklim kota-kota di Negeri Paman Sam pada 2080 dengan iklim kota-kota lain.

Sebagai contoh, mereka mencatat bahwa iklim di Washington, D.C. pada tahun 2080 kemungkinan akan mirip dengan Mississippi utara pada hari ini --panas.

 

Saksikan video ppilihan berikut ini:


Australia Tembus Rekor Cuaca Panas Ekstrem Sebulan Penuh

(Foto: Tama66/Pixabay) Ilustrasi kemarau dna kekeringan.

Sementara itu, Australia mencatat bahwa Januari 2019 merupakan bulan terpanas dalam sejarah negara itu, dengan suhu rata-rata melebihi 30 derajat Celsius selama hampir sebelum penuh.

Cuaca ekstrem, yang terjadi selama periode musim panas negara itu disebut "belum pernah terjadi sebelumnya", kata Biro Meteorologi Australia.

Dikutip dari BBC pada Jumat 1 Februari 2019, setidaknya lima hari di bulan Januari tercatat sebagai deretan hari terpanas, dengan suhu rata-rata dilaporkan mencapai 40 derajat Celsius.

Kondisi terik itu menyebabkan kematian, kebakaran hutan, dan kenaikan biaya berobat ke rumah sakit. Bahkan, cuaca panas esktrem juga menyebabkan lebih dari 90 ekor kuda mati massal.

Rekor baru ini melampaui kondisi yang dicatat pada 2013, yang sebelumnya dianggap sebagai gelombang panas terburuk di Australia.

"Kami melihat kondisi gelombang panas mempengaruhi sebagian besar negara di sepanjang bulan Januari," kata ahli iklim Dr Andrew Watkins.

Rekor terpecahkan baik pada durasi ataupun cakupan area terdampak cuaca panas. Selain itu, curah hujan juga dilaporkan turun di bawah rata-rata untuk sebagian besar wilayah Australia.

Suhu tinggi selama hampir dua pekan juga menyebabkan kematian jutaan ekor ikan di negara bagian New South Wales yang terkena dampak kekeringan.

Dari tahun ke tahun, Australia mengalami suhu musim panas yang semakin panas. Tahun lalu, Kota Sydney mencatat suhu tertinggi hingga 47,3 derajat Celsius, menjadikannya sebagai hari terpanas sejak 1939.

"Meningkatnya tren suhu di Australia, di mana meningkat lebih dari satu derajat dalam 100 tahun terakhir, juga berkontribusi pada kondisi hangat yang tidak biasa," kata Dr Watkins.

Para pejabat telah mengkonfirmasi bahwa 2018 dan 2017 merupakan tahun terpanas ketiga dan keempat di Australia.

Laporan Keadaan Iklim Biro 2018 mengatakan perubahan iklim telah menyebabkan peningkatan peristiwa panas ekstrem.

Bahkan jika suhu global terkandung pada batas kesepakatan Paris, yakni naik 2 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri, para ilmuwan percaya bahwa Australia akan menghadapi kondisi normal baru yang berbahaya.

Sementara itu, beberapa bagian timur Australia mengalami kekeringan terburuk dalam sejarah, setelah sebelumnya ribuan warga Australia meninggalkan rumah mereka ketika kebakaran hutan menyapu Queensland pada November lalu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya